Lebaran tahun ini kami memutuskan
untuk mudik ke padang, kampong halaman kami sekeluarga. Aku berasal dari
Bukittinggi tepatnya 7 km dari kota bukittinggi, sebuah desa yang masih hijau
dengan hamparan sawah-sawah yang luas dan dikelilingi oleh bukit barisan serta
dua gunung marapi – singgalang yang menambah kerinduan akan tanah kelahiran.
Suami berasal dari Lubuk alung Pariaman tetapi sudah lama menetap di kota
Padang.
Lebaran kali ini sudah kami
rencanakan dari jauh hari sebelumnya, sudah lama sekali kami tidak merayakan
idul fitri di kampung, meskipun hampir setiap tahun kami masih sempat pulang
kampong tetapi bukan di saat Idul Fitri. Biasanya kami memilih liburan akhir
tahun atau pertengahan tahun. Beberapa tahun terakhir ini kami selalu
berlebaran di Jakarta atau di cilegon di rumah adik ipar. Tahun ini kami
merencanakan mudik lewat jalur darat. Sudah lama sekali si Ayah berkeinginan
touring melintasi pulau sumatera, dulu waktu masih sering ngumpul dengan
komunitas motornya keinginan touring ke sumatera belum kesampaian. Dengan
berbagai pertimbangan lain disamping juga ingin menguji ketangguhan Suzuki
ertiga yang baru 2 bulan kami miliki akhirnya kami berangkat mudik malam 2
Agustus 2013.
Hari jumat tanggal 2 Agustus
2013, tepatnya hari terakhir kerja sebagian besar kantor di Jakarta dipilih
untuk start mudik kali ini. Sesuai dengan pertimbangan ayah sebagai supir
tunggal kami, melalui serangkaian perdebatan antara ayah dan bunda akhirnya
kami memutuskan untuk berangkat langsung sepulang bunda bekerja dengan kata
lain bunda tidak diijinkan pulang ke rumah dulu melainkan langsung diculik
sepulang kerja. Semua persiapan mudik dilakukan malam sebelum berangkat, semua
koper yang berisi perlengkapan kami selama di kampong serta sedikit oleh-oleh
untuk keluarga sudah siap untuk di angkut. Selanjutnya persiapan di hari H
keberangkatan menjadi tanggung jawab si Ayah yang sudah terlebih dahulu cuti
dari pekerjaannya. Ayah dan duo AzBil berangkat dari rumah sekitar jam 3 sore
menuju kantor ayah di daerah pulomas, tempat ini disepakati sebagai meeting
point kami sebelum berangkat. Bunda dan juga uncu (adik laki-laki bunda) yang
juga ikut kami mudik bersama harus sampai di kantor ayah sebelum waktu berbuka
puasa, itu ultimatum ayah kepada kami.
Jadilah sore itu jam 5 tepat bunda langsung cabut dari kantor.
Dari kantor bunda yang berlokasi
di Cikini bunda naik metromini sampai daerah kramat sentiong selanjutnya
memilih naik ojek melewati daerah johar baru dan cempaka putih agar secepatnya
sampai di kantor ayah. Daerah yang bunda lalui cukup macet di waktu sore
terlebih lagi karena mendekati waktu berbuka puasa, banyak gerobak penjual menu
berbuka puasa di sepanjang jalan. Sepanjang perjalanan dengan ojek bunda harus
tetap berkomunikasi dengan uncu menanyakan sudah sampai dimana dan jangan
sampai telat sampai kantor ayah, maklum uncu bekerja di daerah bogor lumayan
jauh dari Jakarta belum lagi kalau macet di tol. Ayah juga tidak henti-hentinya
menanyakan keberadaan bunda, sepertinya ayah sudah tidak sabar lagi untuk
memulai perjalanan ini. Pertimbangan ayah adalah disaat orang-orang baru pulang
kantor kami harus curi start untuk mudik. Karena sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya tol Jakarta merak sampai penyeberangan ke sumatera selalu macet parah di musim mudik
begini, “jangan tunggu lebih malam lagi apalagi besok pagi, kalau kita tidak
ingin terjebak macet” itu slogan yang selalu di ucapkan ayah kepada kami.
Baiklah kami semua harus patuh kepada komandan kalau ingin ikut pulang kampung.
Sesampai bunda di kantor ayah,
bunda disambut senyum ceria Ami dan Kakak, kelihatannya mereka berdua pun sudah
tidak sabar untuk pulang ke tanah leluhur mereka. Terutama Ami (Ami panggilan
kesayangan buat Nabil, anak laki-laki kami) karena kebetulan Nabil lahir di
Jakarta dan belum pernah pulang ke padang. Sambil menunggu kedatangan uncu,
ayah dan bunda sholat magrib bergantian di masjid kantor ayah. Setelah akhirnya
uncu sampai dan bertemu kami, ayah memutuskan untuk langsung berangkat. Ajakan
bunda untuk berbuka puasa dulu tidak dikabulkan ayah, terpaksalah kami berbuka
di mobil dengan bekal yang dibawa dari
rumah sisa ayam bakar sahur yang memang sudah bunda siapkan tadi pagi.
Tepat jam 07.00 pm dengan
mengucapkan Bismillah dan doa melakukan perjalanan yang dilafalkan oleh kakak,
kami memulai perjalan yang lumayan jauh ini, bahkan ini adalah perjalanan
terjauh kami sekeluarga. Jalanan di depan kantor ayah cukup macet begitu juga dengan tol menuju
cawang, akhirnya kami memutuskan untuk menuju tol bandara lewat tanjung priok,
sesampai di daerah kamal kami mengambil tol lingkar luar menuju tol Jakarta –
Merak. Ternyata rute yang kami tempuh sangat tepat, jalanan ramai lancar, tidak
kami temui kemacetan berarti sampai di pelabuhan penyeberangan merak. Kakak
duduk di seat tengah dengan uncu sementara itu Ami duduk di pangkuan bunda di
depan. Di sepanjang perjalanan Jakarta – Merak kakak dan uncu lebih banyak
tidur di bangku belakang. Ami pun tertidur pulas di pangkuan bunda, bunda
mencoba menahan kantuk agar tetap bisa menemani ayah walaupun sesekali bunda
pun ikut tertidur. Sebelum sampai di pelabuhan Merak kami sempat berhenti di
sebuah SPBU untuk membetulkan barang-barang di bagasi, ternyata ayah tidak
menata rapih barang-barang yang dibawa, bunda jadi bingung sendiri, tapi ya
sudahlah tetap enjoy dengan kondisi ini antusias untuk menempuh perjalanan
perdana ini mengalahkan segalanya.