Mudik ke Bukittinggi 2013
12:18:00 PM
Lebaran tahun ini kami memutuskan
untuk mudik ke padang, kampong halaman kami sekeluarga. Aku berasal dari
Bukittinggi tepatnya 7 km dari kota bukittinggi, sebuah desa yang masih hijau
dengan hamparan sawah-sawah yang luas dan dikelilingi oleh bukit barisan serta
dua gunung marapi – singgalang yang menambah kerinduan akan tanah kelahiran.
Suami berasal dari Lubuk alung Pariaman tetapi sudah lama menetap di kota
Padang.
Lebaran kali ini sudah kami
rencanakan dari jauh hari sebelumnya, sudah lama sekali kami tidak merayakan
idul fitri di kampung, meskipun hampir setiap tahun kami masih sempat pulang
kampong tetapi bukan di saat Idul Fitri. Biasanya kami memilih liburan akhir
tahun atau pertengahan tahun. Beberapa tahun terakhir ini kami selalu
berlebaran di Jakarta atau di cilegon di rumah adik ipar. Tahun ini kami
merencanakan mudik lewat jalur darat. Sudah lama sekali si Ayah berkeinginan
touring melintasi pulau sumatera, dulu waktu masih sering ngumpul dengan
komunitas motornya keinginan touring ke sumatera belum kesampaian. Dengan
berbagai pertimbangan lain disamping juga ingin menguji ketangguhan Suzuki
ertiga yang baru 2 bulan kami miliki akhirnya kami berangkat mudik malam 2
Agustus 2013.
Hari jumat tanggal 2 Agustus
2013, tepatnya hari terakhir kerja sebagian besar kantor di Jakarta dipilih
untuk start mudik kali ini. Sesuai dengan pertimbangan ayah sebagai supir
tunggal kami, melalui serangkaian perdebatan antara ayah dan bunda akhirnya
kami memutuskan untuk berangkat langsung sepulang bunda bekerja dengan kata
lain bunda tidak diijinkan pulang ke rumah dulu melainkan langsung diculik
sepulang kerja. Semua persiapan mudik dilakukan malam sebelum berangkat, semua
koper yang berisi perlengkapan kami selama di kampong serta sedikit oleh-oleh
untuk keluarga sudah siap untuk di angkut. Selanjutnya persiapan di hari H
keberangkatan menjadi tanggung jawab si Ayah yang sudah terlebih dahulu cuti
dari pekerjaannya. Ayah dan duo AzBil berangkat dari rumah sekitar jam 3 sore
menuju kantor ayah di daerah pulomas, tempat ini disepakati sebagai meeting
point kami sebelum berangkat. Bunda dan juga uncu (adik laki-laki bunda) yang
juga ikut kami mudik bersama harus sampai di kantor ayah sebelum waktu berbuka
puasa, itu ultimatum ayah kepada kami.
Jadilah sore itu jam 5 tepat bunda langsung cabut dari kantor.
Dari kantor bunda yang berlokasi
di Cikini bunda naik metromini sampai daerah kramat sentiong selanjutnya
memilih naik ojek melewati daerah johar baru dan cempaka putih agar secepatnya
sampai di kantor ayah. Daerah yang bunda lalui cukup macet di waktu sore
terlebih lagi karena mendekati waktu berbuka puasa, banyak gerobak penjual menu
berbuka puasa di sepanjang jalan. Sepanjang perjalanan dengan ojek bunda harus
tetap berkomunikasi dengan uncu menanyakan sudah sampai dimana dan jangan
sampai telat sampai kantor ayah, maklum uncu bekerja di daerah bogor lumayan
jauh dari Jakarta belum lagi kalau macet di tol. Ayah juga tidak henti-hentinya
menanyakan keberadaan bunda, sepertinya ayah sudah tidak sabar lagi untuk
memulai perjalanan ini. Pertimbangan ayah adalah disaat orang-orang baru pulang
kantor kami harus curi start untuk mudik. Karena sebagaimana tahun-tahun
sebelumnya tol Jakarta merak sampai penyeberangan ke sumatera selalu macet parah di musim mudik
begini, “jangan tunggu lebih malam lagi apalagi besok pagi, kalau kita tidak
ingin terjebak macet” itu slogan yang selalu di ucapkan ayah kepada kami.
Baiklah kami semua harus patuh kepada komandan kalau ingin ikut pulang kampung.
Sesampai bunda di kantor ayah,
bunda disambut senyum ceria Ami dan Kakak, kelihatannya mereka berdua pun sudah
tidak sabar untuk pulang ke tanah leluhur mereka. Terutama Ami (Ami panggilan
kesayangan buat Nabil, anak laki-laki kami) karena kebetulan Nabil lahir di
Jakarta dan belum pernah pulang ke padang. Sambil menunggu kedatangan uncu,
ayah dan bunda sholat magrib bergantian di masjid kantor ayah. Setelah akhirnya
uncu sampai dan bertemu kami, ayah memutuskan untuk langsung berangkat. Ajakan
bunda untuk berbuka puasa dulu tidak dikabulkan ayah, terpaksalah kami berbuka
di mobil dengan bekal yang dibawa dari
rumah sisa ayam bakar sahur yang memang sudah bunda siapkan tadi pagi.
Tepat jam 07.00 pm dengan
mengucapkan Bismillah dan doa melakukan perjalanan yang dilafalkan oleh kakak,
kami memulai perjalan yang lumayan jauh ini, bahkan ini adalah perjalanan
terjauh kami sekeluarga. Jalanan di depan kantor ayah cukup macet begitu juga dengan tol menuju
cawang, akhirnya kami memutuskan untuk menuju tol bandara lewat tanjung priok,
sesampai di daerah kamal kami mengambil tol lingkar luar menuju tol Jakarta –
Merak. Ternyata rute yang kami tempuh sangat tepat, jalanan ramai lancar, tidak
kami temui kemacetan berarti sampai di pelabuhan penyeberangan merak. Kakak
duduk di seat tengah dengan uncu sementara itu Ami duduk di pangkuan bunda di
depan. Di sepanjang perjalanan Jakarta – Merak kakak dan uncu lebih banyak
tidur di bangku belakang. Ami pun tertidur pulas di pangkuan bunda, bunda
mencoba menahan kantuk agar tetap bisa menemani ayah walaupun sesekali bunda
pun ikut tertidur. Sebelum sampai di pelabuhan Merak kami sempat berhenti di
sebuah SPBU untuk membetulkan barang-barang di bagasi, ternyata ayah tidak
menata rapih barang-barang yang dibawa, bunda jadi bingung sendiri, tapi ya
sudahlah tetap enjoy dengan kondisi ini antusias untuk menempuh perjalanan
perdana ini mengalahkan segalanya.
Kami sampai di pelabuhan merak
sekitar jam 10 malam, masuk pelabuhan masih cukup lancar, setelah membayar
tiket masuk kami dipandu oleh petugas pelabuhan untuk antri di salah satu
dermaga menunggu kapal yang akan sandar. Ada suasana khas bunda rasakan di
sana, Pemandangan lautan yang kelam bertabur lampu – lampu kapal, sesekali
terdengar terompet kapal yang akan sandar, kendaraan berjejer antri menunggu
giliran mereka untuk naik kapal, beberapa pengendara dan penumpang terlihat
keluar dari kendaraan mereka sedikit melepas penat akibat duduk lama di mobil.
Sembari merokok dan ngobrol mengusir bosan menunggu. Penjual makanan pun tidak
mau melewatkan kesempatan untuk menjajakan dagangannya di balik kaca mobil.
Rata-rata mereka menjual mie instan dalam cup dan kopi instan yang di seduh di
gelas plastik.
Sambil menunggu antrian bunda
juga menyeduh cup mie yang juga kami bawa sebagai bekal untuk ayah, ayah makan
dengan lahapnya karena dari berbuka puasa ayah cuman minum air putih dan
biscuit. Mmmhh….perjalanan baru akan dimulai fikir bunda. Setidaknya ayah bisa
istirahat beberapa saat selama di atas kapal.
Tidak begitu lama menunggu kami
diinstruksikan petugas pelabuhan untuk menaiki kapal, semua kendaraan roda 4
antri dengan tertib masuk melalui tanjakan ramp menuju lambung kapal. Sesuai
arahan petugas di kapal mobil kami parkir persis di samping ramp sehingga
lumayan ada ruang bebas di sisi kanan mobil. Sesampai di dalam kapal ayah
memutuskan untuk tetap di mobil, “mau tiduran sejenak sambil jagain mobil” kata
ayah. Bunda dan anak-anak ditemani uncu berniat untuk naik ke atas, tujuan
utama bunda adalah geladak kapal. Di samping tujuan agar anak-anak tidak bosen
berada di mobil bunda juga tidak mau melewatkan kesempatan memandangi langit
malam di tengah lautan pasti sangat mengesankan fikir bunda, ditambah lagi saat
itu pertengahan tahun musim kemarau langit pasti akan bersih dari awan kalau
beruntung bunda bisa menunjukan selempang milkyway pada kakak dan Ami,
pengalaman sangat menyenangkan buat mereka.
Tapi ternyata tidak seperti harapan
bunda, geladak penuh sesak kami tidak kebagian tempat untuk duduk dengan
nyaman. Dengan beralaskan Koran kami bisa duduk di salah satu sisi kapal, kakak
dan nabil penasaran memandangi laut lepas, kilauan lampu kapal terlihat seperti
batu permata. Ini adalah pengalaman pertama anak-anak naik kapal begitu juga
bunda. Walaupun cuman kapal penyeberangan dengan fasilitas yang sangat minim,
mereka sangat menikmatinya. Tidak beberapa lama ayah menyusul kami ke geladak,
kelihatannya ayah juga bosen sendirian berada di mobil, beberapa saat kami
menikmati pemandangan di atas kapal, tapi lama –lama kami merasa tidak nyaman
karena posisi kami duduk berada di sisi cerobong kapal sehingga aroma asap
sangat menyengat hidung serta angin malam yang cukup dingin takut nanti
anak-anak masuk angin, ditambah lagi pandangan ke langit juga tidak maksimal
karena lampu di geladak yang sangat terang sehingga menyilaukan mata, padahal
saat itu langit sangat cerah dan banyak bintang terang bertaburan. Saat itu
bunda sempat menunjukan bintang antares di konstelasi scorpius kepada kakak,
akkhhh…kalau saja kapal ini benar-benar gelap pastilah disekitar sana akan
terlihat awan berpendar milkyway seperti yang sering bunda saksikan waktu kecil
di kampong dulu. Pasti kakak akan senang sekali begitu juga Ami, walaupun belum
paham yang dia lihat itu apa. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke mobil
dan menunggu di mobil sampai kapal merapat di pelabuhan bakaheuni lampung.
Perlahan-lahan kapal merapat ke
dermaga, para penumpang pun mulai bersiap-siap menuju mobil atau bus
masing-masing. Setelah kapal betul-betul sandar di dermaga dan pintu untuk
kendaraan dibuka, perlahan-lahan dengan tertib
semua mobil mulai keluar dari kapal menuju pelabuhan.
“Welcome to sumatera” itulah yang
ada dalam fikiran bunda, sudah lebih dari dua tahun bunda tidak pulang kampong,
meskipun masih jauh dari tanah kelahiran tapi setidaknya kami sudah berada di
daratan sumatera. Daratan yang identik dengan hutan belantara bagi sebagian
orang tetapi tanah yang selalu dirindukan bagi perantau seperti kami. Kami
sampai di bakaheuni sekitar jam 02.30 dini hari. Keluar dari pelabuhan ayah
langsung memacu laju mobil sepertinya ayah punya energy baru setelah
beristirahat di kapal. Melewati jalan yang sedikit menanjak dari pelabuhan bakaheuni kami memutuskan untuk
melewati jalur tengah yang lebih dikenal dengan Jl. Lintas sumatera. Kota
pertama yang akan menjadi destinasi kami adalah kota kotabumi. Menyusuri
jalan-jalan sumatera yang panjang seolah tiada habisnya kami melewati pinggiran
kota Bandar lampung tetapi tidak melewati kotanya, jalan raya di daerah lampung
ini cukup lebar tetapi di beberapa tempat rusak dan berbatu. Menjelang waktu
subuh kami memutuskan untuk berhenti dan istirahat sejenak di sebuah SPBU, di
sana juga banyak para pemudik yang beristirahat, ada yang rombongan kovoi
beberapa kendaraan ada juga single fighter seperti kami. Azra dan Nabil
berlarian dengan riang setelah puas tidur dari turun kapal, ayah tiduran
sejenak di dalam mobil. Setelah bersih-bersih Nabil dan Azra serta sholat subuh
bergantian, kami melanjutkan perjalanan kembali.
Rute menuju kota bumi di dominasi
jalan-jalan lurus dan sedikit berbatu, di sisi jalan kombinasi antara
perkampungan penduduk dan kebun kelapa sawit, sesekali kami juga melewati
jembatan yang menyeberangi sungai –sungai yang cukup besar. Suasana subuh menjelang pagi terasa sejuk,
dari timur terlihat fajar menyingsing indah sekali langit pagi itu. Ayah
menyetir dengan semangat bebas memacu laju mobil hal yang mungkin tidak akan
pernah ditemukan di jakarta, jalanan pagi itu cukup sepi di jalananan kebanyakan ditemukan mobil sesama
pemudik yang kebanyakan bernopol B, beberapa truk barang dan sesekali motor
penduduk setempat. Nah untuk yang terakhir ini sepertinya hal yang harus
diwaspadai kalau melewati jalan lintas sumatera karena banyak sekali motor
penduduk setempat yang tiba-tiba muncul dan pengendaranya pun bernyali tinggi,
berani nyalip sana sini tidak pakai helm pula. Pagi itu kami kebetulan juga
menyaksikan kecelakaan sepertinya tabrak lari seorang pengendara motor tertabrak hingga tewas, jasadnya pun masih
ada di tengah jalan ditutupi kertas koran dan dedaunan saat kami lewat namun
polisi dan penduduk sudah ramai di lokasi kejadian. Syerem banget pagi-pagi
udah nyaksiin kejadian yang mengenaskan, semoga ayah lebih berhati-hati
berkendara, doa bunda dalam hati.
Ayah yang melanjutkan cerita.
Pada perjalanan ini kami
menggunakan GPS Garmin Nuvi 50LM yang kami dapat dari dealer sewaktu membeli
neng Erti. Tapi sayangnya untuk GPS ini tidak bisa diset langsung tujuan
akhirnya di Padang. Kami harus mengatur destinasinya per kota. Jadi kalau sudah
sampai ke kota ini maka kita harus melihat peta dulu untu mengatur destinasi
berikutnya.
Perjalanan kami lanjutkan melewati
perkampungan, hutan dan ilalang. Kondisi jalanpun sudah lumayan bagus
dibandingkan dengan jalan didaerah sebelumnya. Kami melewati Metro – bandar jaya
– Tebangi besar – kota Bumi –Bukit kemuning – martapura. Di Kotabumi kami
mengisi bensin untuk kendaraan yang kami tumpangi disalah satu SPBU di jalan
Lintas tengah Sumatra ini. Kemudian kami melanjutkan perhjalanan tidak lama
berselang. Dimarta pura saya melihat satu rumah makan yang biasa saya singgahi
sewaktu naik Bus dulu. Kami pun berhenti untuk membeli air panas untuk membuat
susu Azra dan Ami. Berhubung kami sedang diperjalanan kami tidak melakukan
ibadah puasa (ampunilah hambamu ini ya Allah), sehingga kami melakukan sarapan
pagi.
Sekitar jam 12 kami sampai
didaerah Baturaja setelah melewati bukit Kemuning – Martapura. Disini kami
berhenti disalah satu SPBU besar yang
ada dipinggir jalan. Di SPBU ini juga tersedia sebuah toserba dan Hotel buat
menginap yang bernama Hotel Bukit Indah Lestari. Hotel ini berdiri diatas
sebuah bukit memang makanya mungkin namanya seperti itu. Terlihat dari luar
hotel ini cukup bagus. Sekitar 30 menit kami berhenti di SPBU ini dan kami
melanjutkan perjalanan kami.
Dalam perjalanan Azra, Ami, Bunda
dan Uncu terus bergantian tidur. Sedangkan saya hanya bisa melihat mereka
tidur. Saya hanya ditemani alunan musik dari MP3 yang telah saya sediakan. Kadang
kala bunda Uncu bangun tapi lebih sering tidur sih. Sedangkan saya tetap
semangat soalnya inilah impian saya dari dulu. Ingin sekali turing kekampung,
tapi dulu impiannya dengan motor. Walau dengan motor tidak jadi dengan mobilpun
tidak apa. Azra dan Ami lebih konstan tidurnya soalnya dari semalam mereka
berdua terus bergadang.
Perjalanan dari Baturaja menuju
ke Lubuk Linggau tempat dimana kami akan menginap nantinya jalannya bervariasi.
Dari jalan lurus hingga berkelok-kelok. Naik turun, bagus kadang jelek. Kita
harus waspada dalam mengendarai kendaraan. Sebagian besar jalan disumatera
selatan jalannya agak sempit. Jadi untuk over taking agak susah. Sugih waras –
Muara Enim kami lalui dengan waspada hehehe. Soalnya banyak cerita yang kami
dengar mengenai daerah ini. Kami berusaha menempel iring-iringan kendaraan
sehingga terlihat kami sedang melakukan konvoi padahal saya sekeluarga Cuma 1
mobil dan mobil yang lain entah mobil siapa. Yang penting kami semua aman
sampai tujuan. Dalam perjalanan kami banyak sekali bertemu dengan bayank
ekndaraan dengan plat nomor B atau yang lain yang berasal dari Jawa.
Sesampainya kami di Muara Enim Ami
mulai terlihat berlaku aneh dan gelisah. Kami sekeluarga tidak menyadari kalau
dia sedang merasakan mual. Tidak lama berselang tepat di kota Muara Enim, Ami
muntah banyak sekali seperti air pemadam kebakaran. Semburannya kencang sekali
dan bau muntahnya asem sekali. Baju bunda sangat kotor kena muntah ami. bunda kemudian mengganti pakaian disebuah
Mushalla ynag ada disekitar kami berhenti. Kendraan yang kami tumpangi pun baunya
jadi asem banget.
Hari sudah sore, kami berembuk
mau menginap dimana. Ya udah terusin saja. Soalnya masih belum gelap ini. Kami
meneruskan perjalanan melewati Lawat – Tebing Tinggi – Muara Beliti – Lubuk Linggau.
Sampai di Linggau hari sudah gelap kami memutuskan kalau kami akan menginap
disini saja. Kami mulai mencari hotel dan akhirnya kami menemukan Hotel yang
lumayan bagus dengan rate 400rb-an yang bernama Hotel Abadi. Hotel ini terdiri
beberapa lantai dan didepannya ada sebuah toserba. Bunda langsung bertanya ke staff
hotel dan Alhamdulillah kami mendapatkan kamar. Kami langsung masuk kekamar
setelah memarkirkan kendaraan dibawah.
Uncu, Azra dan ami dikamar |
Saya, Bunda, Uncu, azra dan Ami
akan menginap didalam satu kamar saja. Kita berdesak-desakan saja dalam satu
kamar. Ami dan azra sangat senang sekali menginap disini. Karena inilah kali
pertama mereka menginap dihotel. Untuk makan malam Bunda membeli nasi bungkus
yang kana kami makan di kamar. Saya sendiri tidak mampu lagi berjalan keluar
untuk makan malam, setelah 24 jam berkendara. Memang sih setiap 3-4 jam kami
berhenti. Tapi tetap rasa capek itu terasa. Selesai makan malam, saya langsung
tertidur. Begitu juga anak-anak, tapi bunda masih mempersiapkan segala
sesuatunya untuk besok. Bunda juga membeli nasi bungkus buat uncu yang katanya
esok hari akan puasa.
Waktu sahur bunda dan Azra turun
kebawah untukmelakukan sahur. Kata bunda menunya biasa saja. Ya iyalah jarang
yang enak sarapan dihotel kata saya. Bunda, Ami, azra, Uncu dan saya bergantian
mandi pagi. Untungnya dihotel ini disediakan air panas untuk mandi penghuninya.
Ami dan Azra bisa mandi pagi.
Tepat jam 7 pagi kami
meninggalkan hotel untuk melanjutkan perjalanan ke Padang. Tapi sebelum
berangkat kami harus menunggu pemilik mobil yang mobilnya menutupi mobil kami. Tapi
hanya sebentar karena para pemudik yang lainpun sudah stand by akan melanjut perjalanan ke kampung masing-masing.
Kondisi jalan |
Kondis jalan |
Azra sarapan pagi |
Jalan dari Lubuk Linggau menuju Padang.
Sangat menantang untuk tes speed. Jalannya Lurus dan lebar dan diselingingi
dengan tanjakan dan turunan. Kita harus tetap waspada dalam berkendara. Saya
pikir pasti kami cepat sampai nih. Ternyata jarak satu kota dengan kota lainnya
lumayan jauh. Suka menang – muara Rupit –Surolangun – Bangko – Muara kempu – Sungai
Dareh. Saya sangt ingin sekali menikmati istirahat siang di daerah Gunung medan
yang biasanya Bus-Bus ke jakarta berhenti dan istirahat disini. Tapi pada musim
mudik ternyata rumah makan ini sangat penuh sekali dipenuhi oleh para pemudik
terutama dari Jakarta. Saya memutuskan untuk mencari lokasi lain untuk
istirahat.
Tidak terasa kota demi kota kami
lewati sore harinya kami sudah sampai di kota Solok. Kamipun meneruskan
perjalanan menuju Bukittinggi melewati Danau Singkarak yang terkenal dengan
ikan bilih dan Padang panjang. Setibanya di danau Singkarak kami mencari spot
untuk istirahat karena Azra mau buang air kecil dan saya sendiri mau makan
siang (what tidak puasa lagi). Kali ini saya memesan nasi cancang. Tenyata rasa
dan kualitas cancang di disini sangat jauh sekali rasanya dengan yang di
jakarta. Kalau diJakarta hannya jeroan sedangkan kalau di sini memang daging.
Sehingga harganya pun memang mahal. Untuk cancangnya saja diharga 25rb. Kalau di
jakarta bisa 7rb tapi hanya jeroan. Rasanya pun sangat enak sekali.
Azra in action |
Ami in action |
Saya makan siang menjelang sore
di pinggir danau Singkarak. Tidak lupa Pula Azra dan Ami berfoto-foto ria
disini. Tidak lama berselang kami selesai makan. Kami kemudian melanjutkan
perjalanan kami, melewati Danau Singkarak, persawahan. Menjelang masuk ke kota
Padang Panjang bunda mengatakan bahwa ada jalan pintas menuju Bukittinggi tanpa
melewati kota Padang Panjang. Katanya lebih singkat dan tidak macet, maklum
pada bulan puasa ini orang semua akan keluar mencari makanan.
Memang ternyata memang jalan ini
lebih singkat dan tidak macet dan kondisi kota Bukittinggi pun ternyata sedang
tidak macet. Menjelang kami memasuki Bukittinggi suara Azan terdengar dan Tidak
lama berselang kami pun sampai ditujuan. Alhamdulillah.
Foto – Foto selama Dikampung
Ami dan Ayah di Lembah Anai |
Azra baru bangun |
Foto lebaran |
Istirahat dulu |
Gunung apa ya ini |
Geng Bocah |
Geng Bocah 2 |
Sate mantap mak nyussssss |
Kumpul keluarga |
Makan Malam Itik cabe hijau super pedas |
Ami dan Azra |
Foto diwaktu subuh di Jam Gadang |
Kabut di pagi hari |
Pagi hari yang cerah |
Jalan yang lurus di Bungo-Linggau |
Kondisi jalan |
Bukit Jempol sayang habis hujan |
Didalam kamar Hotel Bukit Indah Lestari Baturaja |
Jalan di Lampung |
mau mauk ke dermaga |
Gerbang Pelabuhan Bakaheuni |
Diatas kapal |
9 komentar
akhirnya tamat membaca FR mudik Jakarta - Padang all season :D , walaupun bacanya mundur untuk tahunnya tp tetap seru !! semoga bisa mudik bareng ke Padang :)
BalasHapusInsya Allah. Dari FR ane bisa liat kan gimana kondisi jalan sumatera. sayang pas yang jelek ga di poto.
HapusGa bosan baca cerita mudik om sony..
BalasHapusMau tanya om..
1.pernah nyasar ga waktu pertama mudik bawa mobil sendiri?
2.kira kira masih ingat ga pas daerah mana (persimpangan) bikin bingung mesti mana yang diambil?
Ga bosan baca cerita mudik om sony..
BalasHapusMau tanya om..
1.pernah nyasar ga waktu pertama mudik bawa mobil sendiri?
2.kira kira masih ingat ga pas daerah mana (persimpangan) bikin bingung mesti mana yang diambil?
Sore om sukma.
HapusTerima kasih udah berkunjung ke blog keluarga kami. Mengenai pertanyaan om Sukma berikut jawabannya:
1. Pernah sekali om, tapi nyasarnya palingan 100 meter. Soalnya salah ambil jalur. Tapi habis itu Alhamdulillah udah ga pernah soalnya petunjuk jalannya cukup jelas.
2. Kemaren kekejadiannya didaerah Lahat. Tapi masih cepat menyadarinya kok om. Bukan bikin bingung petunjuknya kurang pas lewat pertama kali. Kakau kedua dan seterusnya udah lancar aja kok om.
Aneh euyy om Sony hampir setiap ada kesempatan buka internet selalu ingin baca dan membaca pengalaman mudik ini!! emang luar biasa nih blog bikin ketagihan!!!
BalasHapusAyooo om mudik yukkkk... ngapain juga Bogor dijagain.
HapusMau dong ikut konvoi kalau lebaran 2018 ada yg mudik
BalasHapusInsya Allah. Kalau Allah mengizinkan kami sekwluarga dan juga rekan-rekan RTS lainnya juga akan mudik ke Sumatra. Tinggal menentukan tanggal yang cocok buat mudik. Kemungkinan kali ini kami akan mudik lewat jalur lintas Barat untuk pertama kalinya setelah 5 kali berturut turut mencoba jalur lintas tengah sumatra.
HapusRencananya saya akan mudik den beberapa rekan lain tanggal 8 Juni 2018 lewat lintas barat sumatra. Kalau jalur tidak memungkinkan jalur barat mungkin jalur tengah akan kembali dipilih.
Silahkan hubungi saya melalui whatsapp di nomor 08128102524. Kita berdiskusi lebih lanjut disana.semoga kita konvoi bareng pak xmaul.