Bukittinggi - Jawa (Bekasi) via Lintas Pantai Timur Sumatera (KASKUS Road to Sumatera 2016 edisi return)

10:33:00 AM

Tidak terasa hampir dua minggu kami menikmati libur lebaran di kampung kami. Sebenarnya di Bukittinggi adalah kampung istri saya. Kampung asal saya adalah Lubuk Alung dan rumah saya di Padang. Berhubung  rumah keluarga saya di Padang sudah dijual jadi saya dan keluarga mudik ke Bukittinggi saja. Kalau lebaran tidak mudik itu sepertinya kurang kekinian hehehe….. Waktu liburpun sudah hampir habis. Sekarang saatnya kami sekeluarga akan balik ke  tanah rantau yaitu tanah Jawa.

Kami dari jauh-jauh hari memutuskan kalau kami akan balik ke Jawa hari kamis pada tanggal 14 Juli 2016. Biasanya kami meninggalkan rumah pada malam hari. Banyak pertimbangan saya buat untuk menempuh perjalanan malam, antara lain; berkurangnya motor yang berseliweran dijalan dan juga kendaraan mobil, cuaca yang tidak terlalu panas. Tentu saja mata harus dipersiapkan dengan baik supaya tidak mengantuk.

Rabu malam tanggal 13 Juli 2016. Saya mulai melakukan pengisian bensin di SPBU terdekat. Saya tidak ingin menghabiskan waktu mengantri BBM pada saat akan melakukan perjalanan jauh. Saya sengaja mengisi agak malam untuk menghindari antrian kendaraan yang akan mengisi BBM juga.

Selesai mengisi BBM, kami langsung menuju minimarket terdekat dengan rumah dan kemudian berbelanja kebutuhan selama di perjalanan yaitu makan kecil untuk anak kami. Untuk makan besar kami juga membawa makanan untuk selama 1 hari makan. Jadi tidak perlu membeli makan di perjalanan (kecuali makanan kami habis). Menu kali ini hanya ayam dan telur rebus plus sisa jengkol dirumah (hmmmmmm maknyusssssss).

Saya sengaja membeli jengkol karena selama hampir dua minggu saya dirumah tidak pernah menemukan jengkol, eh pernah deng. Saat kami pergi ke pesta adik iparnya om Rinaldi. Disanalah saya menikmati jengkol muda yang nuiikkkkkkkmat dan juga cancang dagiang yang mantap…… Kalau bukan acara pesta perkawaninan bakalan saya sapu bersih tuh jengkol.
Memasang roofbox dulu

Back to the topic. Hari kamis pagi saya mulai memasang roofbox dan Bunda juga telah menyiapkan barang-barang yang akan diletakkan diatas sana. Barang yang diletakkan diatas roofbox biasanya barang yang tidak pernah dibongkar selama perjalanan dan akan hanya dibongkar pada saat sampai di Tujuan. Seperti baju-baju (terutama) sepatu dan sandal dll. Untuk baju disisakan sedikit untuk ganti diperjalanan dan ini letakkan didalam mobil. Untuk barang berharga sangatlah tidak bisa diletakkan di roof box.

Barang yang didalam mobil biasanya adalah makan kecil dan besar, Termos air panas, baju ganti, oleh-oleh (biasanya oleh-oleh dari Sumatera barat makan tempat dan rapuh) dan juga kasur pompa seandainya di kamar kasur tidak cukup (pastinya tidak cukup soalnya kami berlima orang).
Foto masag box

Selesai memasan roofbox saya langsung kembali kekamar untuk melanjutkan tidur saya. Soalnya nanti malam akan begadang mengemudikan mobil lewat lintas Sumatera. Kali ini kami sepakat  memilih Lintas Timur. Untuk dijadikan sebagai perbandingan. Selama ini saya menggunakan jalur Lintas  Tengah Sumatera untuk Mudik dan Balik. Jadi saya belum pernah menjalani lintas timur. Sebnarnya dulu tahun 2014 pernah ke Palembang menggunakan lintas timur tapi entah kenapa sensasi lintas tengah lebih menarik. Sudah 3 kali kami bolak balik mudik sebelumnya. Selalu memilih lintas tengah. Baru kali ini terpikir menggunakan jalur ini. Bunda pun turut mendukung untuk menggunakan jalur ini.
Ini dia uda Ial dan Nte Silvi Fams (rekan turing kami)
Untuk perjalanan kali ini kami bersama dengan uni Silfi dan uda Aril (bukan Peterpan loh). Kami berencana konvoi 3 kendaraan menggunakan jalur lintas timur ini. uni Silfi dan uda Aril berangkat dari Padang, sedangkan saya sendiri berangkat dari Bukittinggi. Meeting Point direncanakan adalah Rumah Makan Umega di Gunung Medan. Recananya kami serantak berangkat pada jam 9 Malam.

Sore mejelang Magrib, saya kembali berangsur-angsur memasukkan barang yang akan kami bawa nantinya kedalam mobil, sedangkan Nabil dan Kakak masih menikmati waktu-waktu terakhir mereka dikampung. Sedangkan bunda masih tetap sibuk berberes dan packing.

Selepas Isya, keluarga dekat kami datang kerumah untuk melepas kami berangkat. Anggota keluarga yang akan balik ke tanah Jawa kali ini bekurang satu orang yaitu Uncu. Uncu telah duluan balik ke rantau dikarenakan cuti yang  didapatnya, tidak sepanjang kami berdua (Bunda dan saya). Jadi tersisalah Saya sebagai driver tetap dan satu-satunya pria yang paling tampan di dalam mobil, Bunda sebagai co driver. Sedangkan Nabil, Kakak dan Nenek berada di bangku belakang.

Awalnya kami akan berangkat pada jam 9 malam. Akan tetapi berhubung masih ada pekerjaan rumah tangga yang mesti diselesaikan bunda, akhirnya kami berlima meninggalkan rumah jam 9.20 malam. Kami dilepas oleh keluarga dekat. Sedih juga rasanya meninggalkan kampung halaman tapi apa daya tangan tak sampai.

Saya langsung membawa mobil dengan perlahan. Perjalanan panjang kami balik dimulai. Pakan Kamis – Kapau – Baso – Batu Sangkar- Simpang Sinjunjung adalah jalur yang harus kami tempuh pada etape pertama. Lalu lintas saat itu sudah mulai sepi jadi kecepatan kendaraan bisa dipacu agak sedikit kencang. Melewati Baso jalan tambah sepi  dan tetapi mesti waspada kadang jalan mengecil dan kadang membesar. Lampu jalan kadang tersedia dan kadang tidak sampai. Baso – Batusangkar sebagian besar bagus (kalau tidak mau dikatakan bagus sekali). Hanya sedikit yang bergelombang. Tapi jalan berkelok-kelok. Kehati-hatian sangat dibutuhkan kalau tidak mau masuk kedalam jurang atau semak.
Sendiri di kegelapan malam

Ternyata masih  ada rumah penduduk

Sesampai di Batu sangkar saya sedikit bingung dengan adanya pengalihan jalan. Jalan yang biasa saya dilewati dialihkan ke jalan lain, terpaksa saya sedikit berpatokan dengan para pemudik lainnya. Setelah berputar putar sedikit di Batu Sangkar kami akhirnya bertemu dengan jalan yang benar (tobat kali).
Kendaraan bisa saya pacu dengan kecang, walau jalan berkelok-kelok saya masih bisa mengontrol kendaraan saya. Pada jalan menuju Sijunjung ini hanya sekali saja kami dihentikan akibat adanya jalan yang longsor. Selebihnya boleh dikatakan mulus. Enaknya kalau jalan disini malam hari. Kalau siang atau sore hari seperti kami sampai kemarin. Banyak sekali para pemakai jalan yang lain yang memperlambat laju kendaraan.
Jalan lintas Sumatera (Sijunjung - M. Bungo)
Pada jam 12.03 dini hari pada tanggal 15 Juli 2016, kami sampai di Jalan lintas Sumatera. Saya mengambil jalan yang berbelok ke kiri menuju Gunung Medan. Etape berikutnya adalah menuju Gunung Medan.  Seperti yang telah saya ceitakan sebelumnya jalan menuju Gunung Medan ini bagus dan hanya sedikit bagian saja yang bergelombang. Jalannya lebar jadi gampang sekali mendahului kendaraan lain. Ditambah lagi waktu sudah tengah malam jadi pemotor sudah pulas dikasur dirumah masing-masing. Akan tetapi kita harus tetap waspada dengan pengendara motor yang tidak menggunakan lampu.

Satu persatu kendaraan saya lewati. Lalu lintas di jalan saat itu ramai menuju arah Jawa. Jadi hanya satu arah yang ramai sedangkan arah yang lain masih bisa digunakan  untuk menyalip kendaraan lain. Laju  kendaraan sedikit saya percepat soalnya saya takut kalau saya telat datang di meeting point kami di Guung Medan.

Kiliran jao kami lewati 50 menit kemudian dan saya terus memacu kendaraan kami melewati kendaraan para pemudik lain. Pada jam 1.23 Dinihari kamipun sampai dimeeting point kami yaitu Rumah Malan Umega. Tempat yang wajib kami datangi setiap mudik walau hanya berhenti sesaat.
Kemudian saya menghubungi Uni Silfi untuk menanyakan posisinya. Uni menjawab didaerah yang tidak dikenal oleh Gogle map akhirnya kami menunggu kedatangan uni Silfi. Saya menunggu diluar mobil, seraya meluruskan badan. Dirumah makan tersebut masih ramai dengan para pemudik yang akan kembali ke tanah rantau. Baik itu menggunakan Bus dan menggunakan mobil pribadi.
Si Eneng yang masih cantik aja

Ramainya pemudik yang beristirahat

Rumah Makan Umega yang tertutup bus
Untuk Parkir bus penumpang biasanya diletakkan didepan Rumah Makan, sedangkan untuk mobil pribadi berada di samping kiri dan kanan Rumah Makan Umega. Rumah makan ini adalah tempat peristirahatan pertama kalau berangkat dari Padang. Sejak saya SD rumah makan ini sudah ramai dengan pengunjung yang menggunakan moda transportasi darat menuju Jawa atau Palembang.

Bunda meminta agar saya untuk istirahat tidur tapi entah kenapa saya belum mengantuk. Tapi kalau tidur nanti  tiba-tiba harus melanjutkan perjalanan saya masih mengantuk. Tapi saya putuskan untuk duduk-duduk saja melihat kesibukan para pemudik. Beragam pemudik dengan beragam tingkah polahnya. Ada yang sedang makan, ada juga yang  sedang menunggu pagi disana. Ada juga yang bawa oleh-oleh yang diletakkan diatas rack mobil sangat tinggi.

Sekitar 1 jam kami menunggu uni Silfi datang. Akhirnya beliau betemu dengan kami. Uni Silfi, uda ial dan kedua anaknya.  Setelah sedikit berbincang akhirnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan menuju Jawa via Lintas Pantai Timur. Terlebih dahulu, keluarga uni Silfi ijin ke kamar kecil dahulu.  Saya tidak lupa menanyakan posisi Uda Aril yang ternyata masih 30 menit dibelakang kami.

Setelah uni Silfi kembali, kami kemudian melanjutkan perjalanan. Saya awalnya meminta kalau suami uni Silfi saja yang didepan. Tapi saya kembali diminta didepan. Ya sudah saya kembali jadi RC abal-abal. Seperti biasa kalau sudah didepan saya lupa dengan pasukan dibelakang. Awalnya saya masih melihat mobil uni Silfi tapi sewaktu akan mengisi BBM sudah tidak tidak terlihat. Menjelang masuk Muaro Bungo kami disambut oleh hujan yang lumayan deras menemani perjalanan kami.  Dua puluh lima kilometer sebelum belokan ke Lintas Timur saya mengisi BBM terlebih dahulu. Saya tidak mau kehabisan BBM di jalan Lintas Timur. Menurut info yang saya dapat dari anggota Mudik Bareng kalau dilintas timur itu aga sedikit SPBU (menjelang Jambi). Jadi lebih baik sebelum belok dari Muaro Bungo diisi  full dahulu.

Disini kami memberitahukan kepada uni Silfi dan uda Aril lokasi kami. Kami kembali menunggu mereka di SPBU menjelang Muaro Bungo. Hujan sudah mulai berhenti. Hanya bersisa rintik-rintik hujan. Tidak lama berselang uda Ial datang dan juga om Aril. Kami kemudian melanjut perjalanan di menjelang pagi hari dengan urutan uda Aril, uda Ial dan saya. Kami sedikit mempercepat laju kendaraan, karena jalan yang lebar, bagus dan sepi.

Akan tetapi dua kendaraan didepan saya lupa kalau mereka harus berbelok kekiri. Saya kemudian menepikan kendaraan di pinggir jalan raya setelah berbelok kiri dari Muara Bungo dan kemudian menunggu mereka sembari mengabari via Whatsapp. Tidak beberapa lama uda Ial dan keluarga muncul, akan tetapi uda Aril sepertinya belum sadar akan kesalahannya. Kami dua keluarga memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Saya berada didepan, karena suami nte silfi juga tidak pede berada didepan. Kemaren menuju Padang mereka hanya mengikuti bus Yoanda Prima.

Saat itu sudah lewat jam 5 pagi. Kami melanjutkan perjalanan sembari mencari mesjid untuk melaksanakan kewajiban sebagai Muslim, sekalian menunggu om Aril. Kami berhenti di sebuah mesjid kecil entah berada dimana tapi masih wilayah Muaro Bungo. Kami melaksanakan sholat Shubuh dan kemudian tidak lama uda Aril muncul dan juga kemudian melaksanakan Shubuh.

Selesai sholat perjalan dilanjutkan menuju Jambi. Berhubung saya belum menguasai jalan. Kecepatan mobil saya kurangi. Kondisi jalan yang banyak tambal sulam membuat perjalanan kurang nyaman. Tambalan jalan yang tinggi dari jalan utama yang membuat saya terkejut. Apa orang Jambi kelebihan dana buat nambal jalan yah? sampai tambalanya lebih tinggi. Beberapa kali mobil saya menghantam tanbalan jalan yang kurang rata. Ini terus terjadi beberapa kali hentakan.. Ditambah lagi penerangan jalan yang jarang ada di jalur lintas Sumatera ini.
Jalan lebar adalah kelebihan dari Propinsi Jambi

Ini nama Mesjidnya apa ya???
Sekitar jam 7 pagi mata ini mengantuk sekali  dan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Saya mencari lokasi yang bisa dijadikan untuk beristirahat saya dan keluarga. Tetapi hanya ada perumahan penduduk yang tidak bisa dijadikan tempat istirahat. Tidak berapa lama saya menemukan sebuah SPBU diaerah Sei Bengkal. Langsung mobil saya parkirkan didekat sebuah posko lebaran Polisi yng berada didepan SPBU dan saya langsung tertidur pulas.
Hati-hati dengan pemotor bersayap (jalan bagus)

Pasukan sapi yang perlu diwaspadai

Masuk kota Sei Bengkal
Tidak lama saya terbangun dan ternyata mobil om Ial sudah terparkir dibelakang mobil kami. Saya dan Kakak pergi kekamar mandi dan kemudian keluarga uni Silfi juga beranjak menuju kamar kecil. Ternyata uda Aril lebih dahulu istirahat dari pada kami karena sudah mengantuk berat katanya.

Saya dan om Ial setelah segar kembali melanjutkan perjalanan menuju Jambi. Perjalan menuju Muaro Tembesi jalan lumayan bagus dan bervariasi. Bahkan ada juga jalan yang sedang pekerjaan pengecoran sehingga jalan  harus dibuka tutup oleh petugas “lapangan PU”.

Mengantri dulu akibat buka tutup jalan (feat. anak saya)

Jalan yang akan di lakukan pengecoran

Dikiri kanan hanya tanaman sawit

Cukup panjang yang akan dilakukan pengecoran

Kami mendarat di Muaro Tembesi pada jam 09.45 pagi.  Odometer mobil menunjukkan 41961, dan lima belas menit kemudian kami telah mencapai Muaro Burlian.

Sungai Batanghari

Sungai Batanghari

Jalan beton

Add caption

Perjalanan tetap kami lanjutkan, jalan menuju Jambi  tenyata hampir sama. Berbeda dengan jalan Muaro Bungo Linggau yang bisa di jajal sampai 120 kph. Dijalur ini kita harus pintar memilih jalur. Akan tetapi mejelang masuk Jambi baru terlihat kalau inilah jambi yang sebenarnya. Jalan yang mulus dan enak dibuat kencang, tapi tidak bisa full kencang karena banyak pemakai yang lain.

Pada jam 11 siang kami sampai di Kota Jambi. Kami tidak melewati Tempino. Menurut info dari om Gusti mending lewat kota Jambi dari pada lewat Tempino. Melewati Tempino jalan banyak rusak dan sedang dalam perbaikan. Kami memilih melewati kota Jambi saja. Kami tidak berhenti di kota Jambi karena sudah menyimpang dari jadwal.
Melewati Jambi
Selepas dari kota Jambi, saya masuk ke sebuah SPBU untuk beristirahat semabari menunggu om Ial dan keluarga. Setelah mereka datang kami melanjutkan perjalanan menuju Palembang akan tetapi kami akan berhenti dahulu untuk makan siang. Beberapa saat setelah berkendara, saya menemukan sebuah rumah makan kecil. Kemudian saya bertanya kepada nte Silfi apakah mau makan disini atau cari rumah makan lagi didepan? Nte silfi menjawab kalau akan makan disini saja. Saya mengatakan kalau saya tidak akan makan di rumah makan ini karena kami bawa bekal dari kampung hehehe…. Jadi kami disini hanya numpang parkir aja.

Setelah semua makan dan istirahat siang kami kembali melanjutkan perjalanan. Kondisi jalan yang sepi dan jalan yang mulus mempercepat sampainya kami. Tetapi perlu  konsentrasi. Jalan yang membutuhkan kewaspadaan ekstra. Kadang jalan tambal sulam, kadang jalan licin dan mulus dan juga jalan yang naik turun. Nah pada saat jalan naik turun inilah diperlukan kehati-hatian. Kadang-kadang  jalannya bertingkat atau tidak rata jadi sangat tidak nyaman saat berkendara dengan kecepatan tinggi

Kondisi jalan yang mulus

Masih tetap mulus

Jalan yang re-dandanin alias tambal sulam

Perjuangan yang berat melewati truk dan jalan yang tidak mulus

Jalan ciluk-ba yang menuntut kehatihatian saat turun
 Pada jam 15.28  kami melewati kota Sungai Lilin. Kondisi jalan yang hampir sama, kami melewati Betung padan jam 04.25 sore. Nah mulai dari Betung menuju Palembang inilah ujian kesabaran dimulai. Ramainya kendaraan membuat kami kadang tersendat dan jalan pelan menuju Palembang. Jarak yang hanya beberapa puluh kilometer. yang biasanya bisa ditempuh 1 jam, sekarang harus kami tempuh selama 3 jam lebih…….Ampuuuuuun.  Kondisi kemacetan kota Paembang dan ditambah lagi dengan pembangan LRT memperparah kondisi lalu lintas Palembang.

SPBU lintas timur yang terbagus yang saya temui selama perjalanan

Awan gelap menemani perjalan perjalanan menuju Palembang (mobil nte Silfi tidak fokus)

Jauh sebelum masuk kota Palembang hadiah kemacetan sudah diberikan

Kemacetan akan masuk ke kota Palembang

Kami mencari hotel yang biasa diinapi oleh rekan sesama pemudik. Ada dua tiga hotel yang direkomendasaikan yaitu Grand Zuri, Zuri Express dan satu lagi hotel rekomen om Gusti (saya lupa namanya). Saya memilih hotel Grand Zuri karena lebih besar dan bisa dipakai oleh kami sekeluarga. Keluarga nte Silfi juga menginap disini, akan tetapi mendapatkan harga yang lebih mahal karena kamar yang sama dengan kami sudah penuh disewa oleh pemudik lain. Kami sampai di hotel sekitar jam 19.40 malam, dan langsung check in dan menuju kamar. Saya langsung saja mengarah ke  kamar mandi karena badan rasanya sudah lengket dan ingin meluruskan badan. Selesai mandi bunda juga mengajak keluar keliling Palembang untuk mencari Pempek.
Walau telah malam kemacetan selalu kami temui di Palembang
Sudah puluhan tahun saya meninggalkan Palembang, saya tidak tahu lagi dimana orang jual Pempek yang enak. Kami keluar dan berkeliling Palembang pada malam hari. Cukup lama saya, bunda serta  Nabil berkeliling sampai menemukan Pempek yang masih berjualan pada jam 9 malam, sementara kakak menemani Nenek didalam kamar.  Ternyata kami kurang beruntung, sebagiang besar penjual pempek dikota Palembang sepertinya sudah menutup dagangannya dan berganti dengan Pecel Lele (hmmmm).  Kondisi ini sama saja dengan kondisi di Padang. Makanan dari Jawa mendominasi sekali saat malam hari.  Kalau hanya maka pecel lelel saya tidak perlu menempuh ratusan kilometer ke Palembang.

Kami akhirnya mendapatkan toko pempek yang hampir tutup juga,  didekat kantor Walikota Palembang yang berada dekat  jembatan Ampera. Uni silfi dan keluarga makan di pempek Candy didepan hotel dan akan melanjutkan mencari kuliner lain setelah itu. Kami mendapatkan warung pempek itu setelah puas berkeliling di Palembang. Saya hanya melalui jalan yang saya kenal baik (takut nyasar hehehehe).
Tidak afdol kalau sudah ke Palembang tidak makan tekwan

Belum difoto pempek sudah hampir habis

Es kacang merah yang biasa saja kata bunda
Setelah puas makan pempek, tekwan dan es kacang merah yang kata bunda rasanya biasa saja. Kemudian beranjak pulang. Ternyata perjuangan menembus kemacetan di Palembang belum berakhir. Menuju hotel pun kami dihadiahi kemacetan. Saya berputar-putar di Palembang untuk mengindari macet dengan mengacu ke GPS.  Akhirnya sekitar jam 10 malam, kami sampai di hotel dan tidur lelap sampai pagi, sampai saya tidak sadar kalau saya tidur dilantai.
Narsis dulu sebelum Check out

Nenek juga ikutan
Pagi harinya selesai sarapan, kami langsung check out dari hotel untuk menuju rumah Tek Tut (adek ibu saya). Rumah Tek Tut adalah rumah dimana saya dan ibu pernah tinggal selama 2 tahun. Kami disuguhi kembali h pempek buatan Tek Tut yang nikmat. Perut yang kenyang kembali begah. Bunda mau mengajak Tek Tut ke Pempek mummer yang ada di Palembang, soalnya ada yang nitip. Tidak berapa lama kami istirahat di rumah tek tut.

Kembali membelah jalanan Palembang, menembus kemacetan Palembang. Ternyata lokasinya berdekatan dengan lokasi makan pempek kami semalam. Terpikir oleh saya, kalau saya harus menempuh kemacetan ini 2 kali lagi. Pulang mengantar Tek Tut dan Berangkat menuju Jawa. Selesai membeli pempek yang ternyata kami tidak bisa bawa banyak karena ditakutkan akan basi (harus didinginkan 6 jam). Kami mengantar Tek Tut kembali kerumah dan sebelum itu singgah di Pasar Cinde untuk membeli beberapa bungkus kerupuk.

 
Pempek murah meriah

Ini dia yang gerobaknya

Beli kerupuk dulu di Pasar Cinde

Stok yang tersedia buanyak banget brooooo

Pulang pergi hadiah macet huhuhuhuhu

Selesai mengantarkan Tek Tut,kami pamit berangkat dengan om Taufik dan Tek Tut untuk melanjutkan perjalanan. Tepat jam 1 siang kami meninggalkan rumah Tek Tut. Kembali menghadapi kemacetan Palembang menjelang Jembatan Ampera.  Selepas Ampera menuju Kertapati jalanan lancar dan masih bagus.
Masih maceeeeeet

Meninggalkan Palembang

Jembatan Kertapati

Kondisi sungai

Kondisi jalan yang diperlebar dengan beton dikiri da kanan jalan
Kemacetan kembali kami temui di luar kota Palembang menuju Indralaya. Saat itu banyak sekali truk yang beroperasi kemungkinan ini salah satu penyebabnya. Ternyata nte Silfi dan keluarga berada dibelakang kami karena harus berhenti setiapmSPBU menanyakan ketersediaan Pertamax yang langka disana.
Dipertigaan ini jalan mulai berkurang ramainya (by Google)
Selepas pertigaan yang menuju Prabumulih. Kendaraan terpecah. Keramaian kendaraan berkurang tapi masih lumayan ramai. terus memacu kendaraan unutk melewati Bus dan Truk yang berjalan lambat. Jalan yang mulus membatu saya melewati kendaraan lain. Pada saat itu truk-truk sudah banyak beroperasi sehingga sangat menyita waktu untuk melewatinya. Jalanpun sudah agak lebar dari sebelumnya.

Kami melewati beberapa rumah makan yang besar yang sangat-sangat jarang dimiliki oleh Lintas Timur.  Kalau kualitas jalan sangat berubah saat saya lalui dua tahun lalu. Sekarang lebih baik dan lebar. Sepertinya bisa dilewati saat malam. Berbeda dengan jalur tengah yang masih banyak hutannya.
Sampai di sebuah SPBU yang dua tahun lalu saya pernah juga beristirahat disini saat ke Palembang saya ingin mengisi BBM. Ternyata Pertamax di SPBU ini habis. Terpaksa kami membeli di SPBU berikutnya. Tetapi saya menunggu om Ial dan keluarga dahulu sembari beristirahat dank e kamar kecil. Tidak berapa lamai mobil uni silfi datang dan masuk kedalam area SPBU. 
Jalan yang bagus

Kebun sawit masih menemani
 Setelah berbincang bincang sebentar kami kembali menjajal Lintas Timur Sumatera. Truk dan Bus masih menjadi lawan kami selain pengendara motor.  Akhirnya Pertamax ditemukan di SPBU di daerah Tego Mulyo saat waktu akan mendekati jam 5 sore. Kami ingin menghindari melewati daerah Mesuji malam hari. Mesuji sendiri ada di dua propinsi yaitu di Propinsi Sumsel  dan  Lampung.
Gerbang Mesuji Sumsel

Pada jam setengah enam sore kami memasuki daerah Mesuji Sumsel dan pohon karet berada disebelah kana kiri kami. Kami terus memacu kendaraan kami. Istri saya trus berkomunikasi dengan uni Silfi kalau kita akan berhenti dirumah makan yang agak besar. Saya dan istri terus mecari rumah makan yang lumayan representatip.
Disinilah kami terpisah dengan uni Silfi
Hari sudah mulai gelap. Sampailah kami di suatu persimpangan. Kalau lurus masuk ke Lintas timur dan kalau belok kiri ke Lintas pantai timur dan langsung keluar Bakkau heni. Saya memilih untuk ke Pantai Timur, dan menginfokan ke uni Silfi. Ternyata om Ial mengambil jalur lurus ke Lintas Timur. Disinilah kami terpisah dan kami melanjutkan perjalanan ke Bakauheni. Mudah-mudahan kami bisa bergabung lagi di Bakauheni.

Jalan yang mulus dan datar serta lebar membuat saya memacu kendaraan. Dengan gampang truk saya lewati. Bantuan GPS sangat membatu saya mengetahui jalur yang akan saya lalui. Walau gelap bantuan GPS sangat berguna.

Sampailah kami didaerah selepas Sukadana. Kami mencari rumah makan untuk makan malam. Akan tetapi tidak ada yang menarik hati untuk dimakan. Akhirnya kami makan nasi goring dipinggir jalan. Saya memilih makan mie goreng dan sedangkan yang lain nasi goreng, soalnya mie sudah habis hehehehe.

Kami melanjutkan perjalanan pada jam 10 malam pada tangal 16 Juli 2016. Awalnya, tidak ada gejala aneh pada kendaraan pada saat mulai jalan. Akan tetapi saat akan mencoba melewati truk, tiba-tiba lampu engine check lamp mobil saya menyala dan mobil tidak bereaksi saat akan digas. Enine Check Lamp menyala menujukkan ada masalah pada kendaraan tersebut.

Saya perlahan menepikan kendaraan saya dipinggir jalan. Saat itu disekeliling sudah sangat sepi bahkan tidak terdapat satu manusiapun. Walau diperkampungan semua rumah sudah tertutup rapat. Saya sudah berpikir yang macam-macam saja. Saya memeriksa kondisi oli dan ternyata masih cukup dan kemudian memeriksa apakah ada kabel yang putus. Semua kabel masih terpasang dengan baik.

Kondisi didalam mobil cukup tegang. Bunda, Azra dan Nabil, apalagi saya. Kemudian saya coba hidupkan mobil dan jalan perlahan. Ternyata, Alhamdulillah mobil bisa jalan lagi. Tapi engine check lamp masih belum mati. Perjalanan menuju Bakauheni masih satu setengah jam lagi. Awal-awal saya jalan perlahan mobil saya. Makin lama saya percepat dan terus dipercepat. Saya berpikir kalau pelan kapan sampainya.

Kami melewati perkebunan tebu digelapnya malam. Sesekali ada lampu dari rumah penduduk tetapi sebagian besar gelap.  Jalan lurus dan mulus membuat saya menambah kecepatan biar lebih cepat sampai.  Mendekati Bakauheni jalan kembali mengecil tapi masih mulus dan berkelok.
Iklan penyeberangan dari Tj. Priok

Gerbang Pelabuhan Bakauheni
Tepat jam 23.40 malam kami sampai di gerbang Bakauheni dan mengantri tiket penyeberangan. Sekali lagi kami salah memilih loket. Kami mendapatkan loket yang dijaga oleh anak baru ditraining sehingga proses pembelian tiket sangat lama. Setelah membeli tiket kami menuju dermaga 3 untuk mengantri masuk kapal. Ketidakmujuran kembali kami temui. Seharusnya mengambil antrian yang pendek malah kami mengambil antrian panjang. Akhirnya kami mesti menunggu 2 jam untuk masuk kedalam kapal. Akan tetapi lampu check lamp mobil saya akhirnya padam juga. Saya tidak tahu sumber masalahnya. Yang penting Alhamdulillah akhirnya kami sampai dulu ke Merak.

Kami sempat mengontak nte Silfi ternyata beliau masih mengantri kapal. Maaf  uni Silfi kami duluan. Lagi kapal kami jelek kok. Mudah-mudahkan nanti dapat yang lebih baik dari ini. Sedangkan om Aril tidak lagi merespon saya.

Kami masih menghadapi beberapa ketidakmujuran susulan yaitu saat naik kapal petugasnya sangat sangat tidak professional. Mereka tidk menahan kedaraan yang  berebut naik tapi malah membiarkan. Kapal yang kami dapat sangat jauh kualitasnya dari kapal saat berangkat (jorok), dan terlebih parahnya kami mendapat posisi di lambung kapal yang mana kami harus turun dari mobil. Kami akhirnya duduk lantai beralaskan Koran. Dua jam di perjalanan saya kecapean dan mau tidur dikapal dan diikuti oleh semua anggota keluarga.
Kami seperti pengungsi (hehehe)

Jam 5 pagi mendarat di pelabuhan merak. Seperti biasa semua kendaraan rebutan untuk kelur dari kapal. Heran padahal kapal juga tidak akan berangkat kalau mereka belum keluar dari kapal. Saya mengarahkan langsung menuju Pintu Tol Merak tujuan saya menuju kerumah Ibu di Cilegon. Akan tetapi saya baru sadar kalau Cilegon Barat tidak ada exit tol kalau dari Merak. Akhinya perjalanan saya teruskan menuju rumah di bekasi. Berhubung jalanan hari minggu masih lenggang kendaraan saya pacu dan kami  akhirnya sampai dirumah tepat jam 7 pagi. Alhamdullilah. Sampai jumpa di ceria mudik berikutnya.

Catatan kaki:
Ada yang aneh dari pemakaian bahan bakar saya saat mudik kali ini. Perbedaan konsumsi Bahan Bakar sangat berbeda. Saat berangkat hanya 3 kali mengisi bahan bakar. Pada saat pulang ke Jawa harus mengisi 4 kali.  Padahal Jarak tempuh hampir sama.
KM Berangkat : 41224
KM Sampai Bukittingi : 42675
Jarak perjalanan Bekasi-Bukittingi : 1451 kilometer
Total Bahan Bakar ; 121,114 Liter
Jenis Bahan Bakar : Pertamax (mumpung harga turun)
Konsumsi Bahan Bakar : 1 liter : 11,98 km (metoda pengukuruan full to full).
Sepertinya ada yang salah nih….. 

You Might Also Like

19 komentar

  1. wahhh puas... setiap musim mudik blog ini yg sya pantau selalu sbb keseruan kisahnya bisa sya nikmati om seperti ikut larut dengan perjalanannya tapi sayang perantauan sya tidak memungkinkan utk mudik jalur darat dikarenakan harus berganti2 kapal roro dan biaya yg lebih besar dibanding naik burung besi, jadi ga pernah mengalami sensasi perjalanan darat jarak jauh...oh ya om sonny sering nulis jg di kaskus,klo boleh tau sering di forum apa sbb sya jg sering jd silent reader disana heheee....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disini om link nya http://goo.gl/sdyTmM . Disitu banyak yang share pengalaman mudik dan jalan ke Sumatera om. Wah kalau saya dijabanin tuh kalau ganti kapal berapa kali juga asal mudik. Sekalian buat traveling om Lenky. Sekali-kali jalani om.

      Hapus
    2. hehee... tapi yg sering kejadian klo naik roro disini keseringan beberapa jadwal kapal tidak pasti disebabkan armada yg terbatas dan makan waktu utk perjalanan laut hampir dua hari sbelum sampai didaratan riau (buton),tp memang ada keinginan mencoba namun tergendala kendaraan diatas 2010 disini kena fasilitas CKD (Free trade zone) jadi klo mau keluar batam harus bayar pajak senilai 10% dr harga kendaraan yg angkanya lumayan jg terpaksa ditahan2 dulu utk urusan touring kecuali ikut club atau komunitas yg dapat surat jalan rekomendasi dr kepolisian....

      Hapus
    3. Emang om lenky di Batam atau dimana yah? oh klau jadwal tidak pasti susah juga mengatur waktunya. Saya pikir jadwal kapalnya teratur.
      Kena pajak 10% dari harga kendaraan lumayan tuh. Emang tidak bisa dibilang kalau mau balik lagi ya???

      Hapus
    4. Saya dibatam om..baru2 ini teman ada yg berangkat dr batam mau ke tjg. balai karimun utk ke pelabuhan roro kedua saja nunggu mau setengah hari tanpa ada jadwal yg pasti, itu bru roro pertama blm lg roro kedua jd kasian klo yg bawa keluarga namun biasanya driver saja yg ikut roro n keluarga sdh nunggu di pekanbaru,iya om lumayan mahal.. klo utk pajak yg 10% itu sekali aja bayarnya n stelah itu mobil/motor sdh bebas keluar masuk batam om..

      Hapus
  2. Waduh hebring nich om Sony sdh selesaI tugasnya pergi pulang sdh di share!!! Sip om

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akhirnya ane nyobain Lintas Timur juga om Yoyo... Sudah 4 kali mudik lewat dara baru kali ini saya nyobain lintas timur. Tetap sih pilihan lintah tengah tapi mau cari cara menghindar macet Bandar Jaya.....
      Menungu cerita om Yoyo...

      Hapus
  3. kerasa My Trip My Adventure-nya ya om... sip

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jalan ke Jawa, ke Sumatera. Kalau bukan saat mudik beda banget sensasinya. Jalan darat pada saat mudik sensasinya lengkap..... Ada adventurenya, ada macam-macamlah. Terima kasih dah datang om.

      Hapus
  4. blog om Sony kayak racun, bikin nagih nyetir ke sumatra....wkwkwkw
    InshaAlloh thn depan berangkat lagi...yg belum kesampean lwt lintas barat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang nagih om jalan darat ke Sumatera. Apalagi makan di rumah makan tapi makanan kita bawa sendiri rasanya gimana gitu. Numpang parkir aja heehhehe....
      Kalau lewat barat sih mending kumpulin informasi aja dulu. Kalau mau lewat sana. Insya Allah, kalau Allah ijin kita mudik lagi.

      Hapus
  5. Peterpan dah bubar om, skrg ane di noah hahahaaa,,,,
    Akhirnya bisa bareng juga baliknya ma om sony,,, meskipun ane lebih byk ketinggalannya tp om Sony selalu share location utk acuan ane, trims om.
    Btw ane lebih byk istirahatnya om, krn hari2 sebelumnya byk kurang tidur jg, krn se wkt di padang lebih byk berada di dlm mobil drpd di dlm rmh, ngejar stock shoot galery hp om biar penuh hehheee. Dan sebelum istirahat ane makan bekal duren ketan (maklum gilo durian) jd duren & ketannya ane masukin tuppe*wa*e biar baunya ga keluar dan di bagasipun msh ada 2 biji lengkap ma duri nya msk tup**rwa*e jg. hihihihihiii.....
    Btw lintas timur itu truck colt diesel nya sadis2 ya om. emang kita yg hrs ngalah keluar bahu jalan, yaa daripada-daripada.
    Setuju om pilihan msh di lintas tengah meskipun ada bbrp titik jln rusak parah hancur, paling cuma 100 meter an tp jebakan betmen nya jarang.
    Klo lintas timur banyak jebakan betmen. Klo lintas pantai timur baru mulus lus lebar pula.
    Alhamdulillah perdana mudik single driver ane sukses dan nyoba dua jalur lintas sumatera pula.
    btw Uda Ial dan Uni Silfi kmn nih?? hehhee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Om Aril akhirnya ketemu juga. Ane wakti-wanti ama istri untuk share location buat nte Silfi dan om Aril. Saya lebih banyak dirumah om, secara saya kurang menikmati perjalanan saat libur lebaran alias bermacet ria. Jadi Tidur saya cukup walau kantuk susah dilawan.
      Perasaan selama say di Sumatera Barat tidak ada yang jual Durian. Lagian saya tidak terlalu suka durian kalau jengkol plus pete, ayolah kita perang.
      Kaget aja pas kemarin di Muaro Bungo yang seharusnya kita kekiri kok om Aril malah kenceng lurus. Kirain om Aril sudah mengenal jalan taunya kita bertiga sama aja. Patakon GPS saja.
      tapi memang buat truk mereka rapat konvoinya, sesekali harus maksa masuk kalau kepepet. Jalur pantai timur tahun 2014 bayak jebakan juga om. Mobil saya beberapa kali kena. Tahun ini saja bisa licin banget. Tapi Overall buat rumah makan dan SPBU masih vote lintas tengah.
      Semoga tahun depan masih bisa mudik bareng ya om Aril. Maaf kemarin saya tinggal terus.

      Hapus
  6. Hahaaaha pokonya seru habis om...
    Oh ada om, klo di padang kota nya ada tempat legend dmn orang lg musim duren, disitu selalu ada meskipun harga agak mahal dikit dibanding klo musim, tp kualitas di garansi, ga enak tuker sampai dpt enak. Daerahnya didepan rumah sakit tentara Gantiang.
    Klo jengkol malah ane dah order jauh2 hari, tp lg ga musim jengkol bantal. Kepaksa deh jengkol standart2 aja heheheee...
    Iya om ane berdasarkan feeling jalan gede aja. Ke enakan bejek gas, makanya bablas terus mumpung lurus. Pake jurus hapalan sewkt dr linggau ke padang. Eh tau nya belok kiri.
    Setuju om vote lintas tengah dari semua kondisi. Minus nya cuma lahat cerita legend yg terus berantai. Tp wkt kmrn bareng mudik ma orang curup, ktnya yg serem malah jalur diantara linggau ke curup kata bapak2 paro baya tmn konvoi ane sewaktu menembus lahat di malam hari.
    Aminnnn semoga bisa terjaga silahturahim ini om.
    Gpp om kan bs saling backup. Klo om yg di dpn bs share location. Klo yg di depan lg kurang bernasib baik (amit2 jauh2in yaa Alllah) kan yg dibelakang bisa nyusul.
    Dan Alhamdulillah nya konvoi trio kwek kwek kmrn lancar jaya dengan selamat sampai tujuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya om Aril, kalau memang tujuan ke Palembang baru lewat Lintas Timur. Kalau tujuan memeang ke Sumatera Barat ya mending pilih lintas tengah. Kemarin harusnya jam 15.00, kita udah leyeh-leyeh di hotel eh masih harus mengemudi sampai jam 7.
      Alhamdulillah kta semua sampai tujuan.

      Hapus
  7. Manteb ceritanya omSony, ..oh ya, perhitungan bbm, mungkin aga borosnya krn adanya kondisi macet d beberapa yg dtemui d palembang, kan klo brgnkat hampir ga ditemui tuh titik macet.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau macet di lintas timur tidak separah di Jawa om Arsyaf. titik kemacetan hanya stop and go, tidak sampai berhenti berjam-jam. Kalau pun ada perbedaan tidak sampai perubahan signifikan begini. Cara bawa tidak berubah. Ah sudahlah mungkin sudah berubah barang kali hehehe.

      Hapus
  8. Benar kan yang saya bilang om sony, klo sore mau amsuk kota palembang akan kena macet. Waktu nyebrang dari merak bakauheni saya juga gitu om, dapat km.mitra nusantara dari dermaga 2, mana kapal penuh sesak, kotor dan penumpang tidak beraturan akhirnya saya juga ngampar pakai koran hi.hi., (werry)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mending kalau masuk aja m Werry, ini kemana-mana di Palembang kena macet... capek banget dah. Pas masuk kapal dah ga beraturan petugasnya ga jelas. Jadi dah kaya mau tawuran aja... dapet di lambung dan mantap joroknya. Duduk beralaskan koran dan akhirnya ane tidak tahan dan balik ke mobil.....

      Hapus

Like us on Facebook

Flickr Images