Yihaaaaa. Tanggal 7 Juni 2018
adalah hari terakhir saya bekerja dikantor, karena keesokan harinya sudah masuk hari cuti saya. Walau gegara
lebaran ini biasanya cuti saya langsung terpangkas setengahnya, padahal baru dapat di
awal bulan Mei dan di Awal bulan Juni langsung hilang setengahnya. Sedih.... kenapa cutinya ga nambah yah.
Semua barang-barang
yang akan dibawa telah dipersiapkan oleh bunda dan diletakkan diruang tamu
menunggu saya untuk memasukkan kedalam mobil. Roofbox sudah siap terpasang
diatas si neng erti menunggu untuk dimasukkan barang.
Selepas
melaksanakan sholat Isya saya langsung bergerak untuk memasukkan barang-barang
yang akan dibawa. Pengaturannya sederhana saja. Baju dipisahkan menjadi 2
bagian. Baju yang akan digunakan di perjalanan alias baju ganti diletakkan didalam
mobil. Baju yang akan dipakai di kampung diletakan diatas alias di roofbox. Kemudian Perlengkapan sholat dan makanan
diletakkan didalam mobil. Saya memilih meletakkan barang yang ringan dan makan
tempat saja diatas roofbox.
Ternyata selesai
menata barang tidak terasa saya ngobrol dengan bunda, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam, wah saya harus tidur ini soalnya besok adalah hari yang panjang,
saya harus tidur awal dan bangun sedikit telat sebagai kompensasi akibat nanti
mengendarai mobil selama 24 jam.
Hari Jumat tanggal
keberangkatan saya menuju tanah sumatra. Mudik adalah salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu
oleh para angota keluarga kami. Semua anggota keluarga mempunyai tugas dan kewajiban masing-masing
dalam mempersiapkan mudik. Tapi memang yang paling ribet itu si kakak yang tiap hari menanyakan progres
kegiatan mudik dan yang paling cuek adalah si Adek.
Ternyata kegiatan saya pagi itu tidak hanya tidur
saja tapi juga harus mempersiapkan ini dan itu. Mulai dari isi e toll, bayar material, cari music buat dijalan dan tanpa terasa waktu sudah
menunjukkan jam 11 siang dan sudah tidak memungkinkan lagi bagi saya untuk
melanjutkan tidur. Kemudian saya bersiap untuk berangkat sholat Jumat ke Mesjid di dekat rumah.
Selesai
melaksanakan ibadah sholat Jumat, saya bersiap-siap untuk berangkat menuju meeting poin, sebelum kami melaksanakan
turing bersama didalam acara Mudik Bareng RTS 2018. Seperti tahun tahun
sebelumnya kami bersama-sama dalam komunitas RTS (Road to Sumatra)
mengadakan mudik bareng. Kali ini merupakan kali keempat kami mengadakan mudik bareng
. Tahun ini terasa lebih komplit karena kali ini peserta di Lintas Barat
seimbang dengan peserta yang akan menjajal lintas tengah dan Timur.
Jalur yang akan kami tempuh (sepanjang 1461 km) |
Tepat jam 13.07
kami meninggalkan rumah kontrakan kami di daerah Bekasi. Perjalanan kami melewati Jalan tol dalam
kota yang saat itu masih dalam keadaan ramai lancar. Dari jalan tol dalam kota kami mengarah ke
tol Jakarta Merak yang juga dalam keadaan ramai lancar. Berbeda sekali dengan arah yang
menuju Jakarta terlihat dalam keadaan macet. Alhamdulillah sejak dihapuskannya
gerbang tol di KM13 lalu lintas menjadi lebih lancar berbeda dengan tahun sebelumnya. Di dalam
perjalanan tol Jakarta Merak kami diberi Hadiah Hujan deras oleh Allah namun tidak berlangsung lama. Mendekati KM 30 hujan berhenti dan kami
meneruskan perjalanan dibawah awan gelap.
Disepanjang
perjalanan terlihat para pemudik yang sudah mulai bergerak menuju arah yang
sama dengan kami. Saya sempat mampir di rest area KM 43 karena lampu
indikator bahan bakar sudah menyala sebagai indikasi kalau Bahan Bakar
mobil saya sudah menipis alias hampir habis. Awalnya team RTS Lintas Barat 8 direncanakan berkumpul disini, akan
tetapi demi kenyamanan bersama kami memindahkan lokasi meeting point perdana
kami menuju tanah Sumatra ke rest area KM 68 jalan tol Jakarta Merak.
Oh iya saya hampir
lupa kalau kali ini masih bertiga tanpa bunda. Bunda masih bekerja dan kami
akan menjemput bunda di Cilegon. Kebetulan sekali bunda hari ini ada meeting di Proyek kantornya di Cilegon sehingga saya tidak perlu lagi menjemput Bunda ke kantornya di Jakarta yang besar kemungkinan kami akan terlambat.
Di rest area KM 43 ini saya mengisi bahan bakar kendaraan sampai penuh. Kemudian berputar satu kali putaran untuk mencari
rekan dari grup lain (RTS Linteng 8) yang kemungkinan sudah berkumpul.
Akan tetapi tidak satupun anggota RTS yang saya temui, yang terlihat hanya para pemudik lain yang juga akan
menyeberang ke Sumatra tampak berkumpul. Akhirnya setelah berputar satu putaran dan tidak berhasil menemukan anggota RTS yang lain saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan
menuju rest area KM 68.
Peserta yang telah berkumpul |
Tepat jam 4 sore
saya ijin meninggalkan rest area KM 68 untuk menjemput bunda di pintu keluar Tol Cilegon Barat. Saya memacu kendaraan, supaya bisa menjemput
bunda on time karena bunda sudah
hampir sampai di meeting point
yang kami sepakati di pintu tol Cilegon Barat . Setengah jam kemudian
saya sampai di Pintu tol yang dimaksud. Bunda sudah menunggu disana sendirian. Selanjutnya kami menyusuri komplek perumahan Puri
Cilegon Hijau untuk menghindari macet di lampu merah depan komplek Kawasan Industri KS. Sebenarnya bunda ingin mandi dulu dirumah ibu
di sini, akan tetapi ibu dan adik saya sedang jalan-jalan ke Serang. Sehingga niat
mandipun terpaksa dibatalkan.
Di jalan Raya Cilegon Merak kami
berhenti di sebuah mini market untuk mempersilahkan bunda mengganti pakaian kerjanya, tapi bunda masih komplen karena tidak bisa mandi terlebih dahulu hihihi.
Setelah bunda selesai mengganti baju, saya mengemudikan mobil menuju pelabuhan Merak. Sesuai dengan
prediksi kondisi Pelabuhan Merak masih sepi oleh para pemudik dan kita bisa memilih dermaga mana untuk naik kapal, kecuali jika pintu masuknya ditutup. Biasanya petugas mengarahkan ke dermaga mana kita bisa langsung naik kapal.
Saya menggunakan
tiket elektronik yang bisa di beli di web ASDP di link berikut ini. Link. Untuk pembeliannya sangat
mudah sekali. Ada tiga metoda yang bisa
dipakai yaitu, Pembelian langsung pada loket di Merak, Pembelian di rest area KM
43 dan juga pembelian tiket online di web. Kali ini saya memutuskan menggunakan
pembelian online, biasanya kami
membeli di rest area atau langsung di pelabuhan, dan benar saja pembelian tiket di Rest Area belum dibuka. Tempat penjualan tiketnya masih dipersiapkan
Pada saat akan
masuk kedalam Pelabuhan saya menyerahkan barkode yang dikirimkan melalui email ke
petugas loket pembelian tiket, Seharusnya ada jalur khusus untuk pembelian tiket
secara online, sama halnya dengan pembelian tiket di rest area, akan tetapi jalur
khusus itu belum selesai di persiapkan. Jadi kami tetap masuk melalui jalur loket biasa. Dan ternyata saudara-saudara malah petugas loket belum siap dan harus bertanya dengan atasannya. Saya
tertahan sekitar 10 menit sampai saya bisa masuk kawasan Pelabuhan.
Sore hari di pelabuhan Merak |
Om Rio & keluarga |
om Arief & keluarga |
Om Yos & keluarga |
Om Eko & keluarga |
Om Ade & keluarga |
Saya sendiri & keluarga |
Om Zaki, om Razi & om Ari (Gank include) |
Om Hendro & keluarga |
Om Hendry & keluarga |
Om Andi & keluarga |
Om Anto & keluarga |
Om Riki & keluarga |
Om Romi & keluarga |
Om Audit & keluarga |
om Heri & keluarga |
Om Mahfudz ganks |
Om Wike & keluarga |
Inilah konvoi paling panjang yang kami lakukan dari sebelumnya. Mudik sebelumnya paling banyak 11 kendaraan melewati Jalur
tengah Lintas Sumatra. Memang sepertinya aura lintas barat lumayan menarik buat dijalani oleh
kami sekeluarga.
Sebagian dari kami di Pelabuhan |
Setelah berkumpul kami
bergerak menuju dermaga 1 padahal semula kami ingin ke dermaga 3, ternyata ditutup oleh petugas. Di dermaga 1, saya diarahkan antri dibelakang bus, entah kenapa. Sementara yang lain boleh langsung naik kapal. Eh..... ternyata karena
kendaraan kami memakai roofbox jadi saya harus menunggu belakangan masuk kapal karena
kapal yang akan saya naiki ternyata kecil. Padahal sebelumnya om Rio sudah berusaha masuk
kebawah (lambung kapal) agar semua kami masuk dalam satu kapal dan ditolak oleh petugas dengan alasan di
lambung hanya untuk truk.
Satu persatu para
pejuang lintas sumatra jalur barat naik keatas kapal di lantai atas. Saya
sedikit ketakukan kalau saya akan ditingal oleh kapal ini soalnya saya melihat
kalau kapal ini sudah mulai penuh dan sebagian besar kami belum naik
keatas kapal. Dan penantian itu berakhir, mobil kami naik keatas kapal
akan tetapi dengan posisi mundur hihihi. Iya karena kapal akan penuh dan demi
memudahkan nanti turun maka saya harus naik keatas kapal dengan posisi mundur. Susah juga yah mengendarai mobil dengan posisi mundur.
Sewaktu
memarkirkan kendaraan diatas kapal saya
mendengar sesuatu bunyi aneh dan mobil saya tertahan, ternyata roofbox saya
terhadang oleh atap kapal. Alhamdulillah, hanya baret yang membekas tertinggal
di box kami tidak ada kerusakan yang cukup berarti dan perjalanan masih
bisa diteruskan.
Om Andri menjadi kendaraan
terakhir yang bisa masuk keatas kapal. Untuk grup linbar 8 ternyata ada 5
kendaraan yang tertinggal dibawah dan masih bisa bergabung dengan grup Lintas tengah 8
sebanyak 6 kendaraan di kapal
berikutnya. Tidak lama kapal sudah angkat jangkar dan memulai
perjalanan menuju tanah Sumatra. Sampai jumpa tanah Jawa
sampai jumpa dua minggu lagi.
Perjalanan diatas
kapal adalah salah satu bagian perjalanan mudik yang saya sukai karena disini
saya bisa menikmati perjalanan dilaut dengan santai dan tanpa kerja keras hehehehe. Tidak lama kami berlayar
kemudian terdengar suara adzan magrib yang menandakan kalau waktu berbuka sudah
masuk dan akhirnya para co driver RTS
mengelar menu berbuka puasa di geladak kapal. Jujur inilah hal diluar
dugaan saya, semua menggelar menu berbuka untuk para anggota RTS. Sekali lagi rasa kekeluargaan
sangat kental terasa diantara kami.
Ibu-ibu makan dulu baru bapaknya |
Pejuang lintas Sumatra dan penerusnya |
Jam 9 malam kami
mulai bersandar di pelabuhan Bakauheni, saya menjadi kendaran pertama yang menjajakan kaki di tanah
Sumatra. Kami langsung mencari lokasi untuk melakukan gruping.
Setelah kami re-gruping kami langsung
masuk ke dalam tol baru yang akan menghubungkan antar kota di Sumatra. Tapi
hanya 15 km jalan tol yang sudah bisa dinikmati. Padahal saya
sudah bermimpi untuk menjajal jalan tol ini sampai ke kota Bandar lampung,
karena jalan inilah yang paling menyiksa. Jalan masih ramai dengan truk dan pemudik
yang baru keluar dari kapal. Setelah 15 km kami keluar
tol lagi untuk melanjutkan perjalanan melalui jalan biasa. Saat itu kondisi jalan masih belum
ramai, tapi beberapa
truk bertonase besar yang kadang menghambat perjalanan kami. Dua jam kemudian
perjalanan konvoi kami sampai di kota Bandar lampung. Kami beristirahat di sebuah SPBU didepan rumah makan Begadang V, sambil menunggu anggota lintas barat lain untuk
bergabung bersama kami. Informasi tetap kami sampaikan di WA grup Linbar 8.
Jalan menuju kota Bandar lampung kondisi jalannya di beberapa tempat sedikit membahayakan yaitu adanya beda ketinggian jalan dengan gap sekitar 50 cm. Posisi beda ketinggiannya yang berada di tengah jalan mengharuskan kitauntuk berhati-hati. Padahal kondisi ini sudah ada pada tahun lalu dan belum juga selesai pada tahun ini.
Jalan menuju kota Bandar lampung kondisi jalannya di beberapa tempat sedikit membahayakan yaitu adanya beda ketinggian jalan dengan gap sekitar 50 cm. Posisi beda ketinggiannya yang berada di tengah jalan mengharuskan kitauntuk berhati-hati. Padahal kondisi ini sudah ada pada tahun lalu dan belum juga selesai pada tahun ini.
Sangat melelahkan sekali melewati banyak truk berukuran besar dengan
jumlah peserta konvoi yang banyak. Ditambah lagi banyak juga para pemudik yang
yang berlaku sebagai pembalap. Sehingga sedikit mengobarak abrik rombongan
kami. Namanya juga jalan umum jadi kami biarkan mereka melewati kami terlebih
dahulu.
Berangsur-angsur
anggota konvoi jalur lintas barat berkumpul di SPBU tersebut. Lumayan lama kami
menunggu para peserta lain untuk berkumpul tapi akhirnya ditutup om Romi menjadi peserta terakhir bergabungl dengan kami. Kondisi lalu lintas dari Bakauheni ke
Bandar lampung sangat melelahkan dalam perjalanan konvoi.
Akhirnya 20
kendaraan berbaris menuju lintas barat Sumatra yang dipimpin oleh om Eko sebagai RC dan om
jendra sebagai Sweeper. Alhamdulillah semua peserta konvoi memiliki alat
komunikasi berupa Radio Komunikasi dalam berkomunikasi antar anggota konvoi.
Tujuan
kami berikutnya adalah Mesjid Imaduddin yang
menjadi meeting poin kami berikutnya. Pada jam 12 malam kami memulai perjalan menempuh Lintas Barat Sumatra yang belum pernah kami tempuh selama ini.
Berbagai berita buruk kami dengar dari luar mengenai jalur ini. Mulai dari
jembatan putus dan lain-lainya. Akan tetapi entah kenapa magnet untuk mencoba
jalur ini sangat besar dan mengalahkan ketakutan kami akan berbagai cerita
miring mengenai jalur lintas barat ini.
Kami memulai perjalan lintas barat Sumatra ini dari jalan Soekarno hatta
dan diteruskan ke Jalan Soedirman, berbelok ke kiri di Bundaran yang biasanya
kami belok ke kanan menuju lintas tengah sekarang kami ke kiri melewati jalan
Zainal Abidin dan berputar balik menuju jalan Pramuka.
Masuk jalan Pramuka ini lah jalan lintas barat kami dimulai. Jalan
yang berkontur naik dan turun menambah asyiknya kami berkendara ditambah sepinya
jalur ini membuat konvoi kami tidak terputus. Ditengah kegelapan malam lampu
rem peserta RTS Linbar 8 seperti kunang-kunang dimalam hari. Sungguh indah. Ditambah lagi kondisi jalan yang mulus membuat perjalan ini sangat kami
nikmati.
Perjalanan yang dikomandoi oleh om Eko melintas dengan kecepan sedang, tiba-tiba om Jendra menyusul kedepan dan
akhirnya sweeper diambil alih oleh om Mahfudz. Ternyata komposisi ini yang
lebih bagus. Om jendra dengan Rig-nya bisa menjangkau sampai kebelakang. Berhubung
kami sebagian menggunakan HT jadi kadang
informasi sampai kebelakang terputus akibat terbatasnya jangkauan.
Dari Bandar Lampung kami menuju Gedong tataan dan seterusnya menuju Kota
Agung, Akhirnya kami sampai di Mesjid Imaduddin sekitar jam 3 dinihari. Menjelang Mesjid ada sebagian anggota yang
mengisi bahan bakar di sebuah SPBU yang berada sebelum mesjid tersebut.
Perjalan menuju mesjid ini kami tempuh masih dalam kondisi bertenaga sehingga kami masih menikmati
perjalanan ditambah kondisi jalan yang mulus. Kalaupun ada lobang masih dalam tahap wajar.
Foto-foto dulu |
Saya terbangun saat adzan subuh berkumandang. Sangat berat mata ini
dibuka. Mungkin setan-setan masih bergelayut dimata . Akhirnya dengan
dipaksakan saya bangun dan keluar dari
mobil untuk mengambil air wudhu. Kemudian melaksanakan sholat shubuh berjamaah.
Selepas melaksanakan sholat kami bersiap untuk melanjutkan perjalan menembus hutan Taman Nasional Bukit Barisan alias TNBB. Berangsur-angsur
para peserta meninggalkan lokasi parkir mesjid. Disini kami kesulitan untuk
membuat barisan panjang karena jalanan yang sempit tidak memungkinkan kami
menunggu.
Sewaktu saya akan bergerak saya mendapat informasi dari radio kalau kaca
mata om Arief hilang. Setelah beberapa saat mencoba mencari namun pencarian yang dilakukan tidak
membuahkan hasil. Akhirnya Om wike meminjamkan kacamatanya kepada om Arief dan syukurlah
bisa dipergunakan. Sehingga perjalanan bisa dilanjutkan
Ternyata peserta yang lain sudah jalan duluan dan cuma kami bertiga yang
tertinggal dibelakang. Kami bertiga memulai perjalan mengejar
ketertinggalan. Perjalanan membelah hutan taman nasional ini adalah pengalaman
pertama dalam melewati Hutan Lindung. Hutan lebat dan jalanan yang sempit menambah kenikmatan perjalanan ini. Sungguh
ini pengalaman yang menyenangkan sekali. Saya membuka jendela untuk menghirup
udara pagi dihutan ini. Sungguh segar sekali. Jelas berbeda dengan udara kota
Bekasi yang biasa kami hirup. Sayup-sayup terdengar suara siamang berteriak
dari dalam hutan yang membuat Nabil ketakutan dan meminta saya untuk menutup
jendela.
Perjalanan dari mesjid Imaduddin menuju Krui ini sungguh sangat indah. Kombinasi pemandangan hutan nasional dan jalan yang mulus menghiasi jalur ini. Walau terkadang kecil tapi tidak mengurangi kenikmatan menyusuri lintas barat. Jalan yang berkontur bahkan ada beberapa tanjakan yang terkenal disini salah
satunya tanjakan Manula. Kalau kita dari Jakarta kita akan menurun akan tetapi
kalau kita dari Bengkulu maka akan mendaki. Tanjakan yang lumayan tinggi dan
panjang. Makanya tidak banyak truk yang berani melewati jalan ini dan untuk
kami sendiri ini merupakan keuntungan tersendiri. Jadi saingan dijalan tidak banyak.
Terlebih ketika kami melewati gerombolan monyet yang sedang santai
bergerombol di tengah jalan (mungkin menunggu tebengan ke kota kali yah).
Nabil malah meminta saya untuk segera menutup jendela dan Bunda juga meminta
hal yang sama.
Masih bertiga |
Inceran bunda tiap mudik, siapa yang bikin jembatan |
Akhirnya kami bisa menyusul rekan lain yang mengisi bahan bakar di
sebuah SPBU sebelum kota Biha. Kami berkoordinasi kalau kami ingin singgah disebuah pantai terlebih dahulu
sekalian sarapan pagi bagi yang tidak puasa. Memang mudik kali ini lebih santai
dari tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya
diputuskan kami akan berhenti sebuah pantai di kota Krui.
Kami mulai meneruskan perjalanan menuju krui. Jalanan yang dilalui masih
mulus dan lancar, kadang menyusuri pantai kadang tidak. Tidak lama kami
meninggalkan SPBU tempat kami berhenti akhirnya bertemu dengan jembatan
putus yang kemaren sempat jadi pertimbangan kami untuk membatalkan
melewati jalur ini. Disini kami diarahkan turun kearah pantai dan berjalan
diatas pasir yang telah dipadatkan dengan air oleh dua orang pekerja. Dengan
senang hati saya memberikan sedikit uang tips bagi para pekerja tersebut.
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bagi saya. Mudik turun ke
pantai sekalian dengan mobilnya hehehehe.
Edisi mobil main dipantai (by om Hendro) |
Lumayan jauh saya meninggalkan mereka. Saya kembali ke kota Krui untuk
bergabung dengan peserta konvoi yang lain. Setelah melewati jalanan kecil dengan bepedoman pada Gogle map, akhirnya saya berhasil menemukan meraka sedang
beristirahat dipinggir pantai.
Pantai Labuhan Jukung Krui |
Cantik kan? |
Nih nama pantainya |
Papan pengumuman yang bikin ngeri |
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 pagi. Perjalan menuju kota
Bengkulu dilanjutkan. Perjalanan kami masih disuguhi pemandangan yang begitu
indah. Disebuah turunan kami berhenti lagi untuk mengabadikan keindahan alam
yang terpampang didepan mata.
Berhenti lagi demi foto Instagramable |
Krui oh Krui |
Indahnya..... |
Mulusnya.... |
Kali ini om Jendra minta ijin untuk duluan karena ingin berbuka di kota
Bengkulu. Akibat kurang koordinasi beberapa anggota juga mengikuti om Jendra
yang ingin memisahkan diri. Om Rio, om Hendro, om Audit, om Arief dan om Romi
adalah beberapa yang mengikuti om Jendra.
Jadilah kami tersisa 14 kendaraan bersama-sama menuju kota Bengkulu.
Tidak lama kami sampai di kota Bintuhan. Dikota ini om Eko berjalan pelan untu
mencari rumah makan yang buka. Kami menemukan sebuah rumah makan kecil yang ada di pinggir jalan.
Langsung saja kemacetan terjadi akibat semua mobil berhenti dan memadati area
parkir yang bisa dikatakan tidak ada dirumah makan ini. Sebagian ada yang parkir di
penginapan disebelah rumah makan dan ada juga parkir di seberang jalan untuk
mencegah kemacetan.
Sebagian besar peserta makan dirumah makan ini, kecuali keluarga saya
dan om Mahfudz yang bawa bekal dari rumah. Om Eko ternyata tidak ikut makan
di rumah makan yang sama, om eko belanja makanan di tempat lain diseberang rumah makan.
Setelah makan dan kenyang (maaf saya ga puasa) perjalanan dilanjutkan menuju Mana,
hari sudah mulai sore dan ujian datang pada kami. Perjalanan
menuju Bengkulu didaerah Maras menuju
Tais, Kami disuguhi jalanan yang masih berbatu (mungkin tahun depan sudah
bagus). Sekitar 1 jam kami di obrak abrik oleh jalanan jelek (walau jalannya
masih bagus dari lintas tengah atau timur).
Jembatan putus |
Kondisi jalan jelek |
Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Bengkulu. Kondisi Jalan sekarang
bisa dibilang lebih baik dari tadi. Akan tetapi kendaraan susah untuk dipacu
karena banyak penduduk sekitar yang berkeliaran dan mengendarai motor seenak
udelnya. Hari sudah mulai gelap.
Kami masih bisa berjalan beriringan dalam satu rangkaian. Melalui radio komunikasi salah satu anggota rombongan menginformasikan ingin memenuhi panggilan alam. Alhasil
kami mencari tempat dan menemukan sebuah rumah ibadah. Waduh bukannya sholat
malah numpang ke kamar kecil. Selesai dari kamar kecil kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan lagi, berhubung posisi parkir mobil saya didalam tertutup
kendaraan lain terpaksa saya menjadi yang paling belakang dari rombongan konvoi.
Saat akan mulai berangkat saya mengetahui kalau om Wike belum selesai dari kamar kecil sehingga akhirnya saya menunggu sampai
semua selesai.
Peserta yang lain sudah jalan duluan, tinggal kami berdua mengejar
ketertinggalan kami. Masuk ke kota bengkulu kendaraan makin ramai dan sangat
susah menyalip kendaraan lain. Akan tetapi om Wike tetap mengemudikan mobilnya dengan
kencang. Entah mengapa dan saya dibelakang dengan setia zig zag menyalip
kendaraan lain. Beberapa kali saya melihat di SPBU yang kami lewati, ada kendaraan peserta rombongan kami mengantri disana. Akan
tetapi om Wike tetap melaju kencang. Akhirnya penunjuk bbm di mobil saya berada di
posisi empty sehingga mau tidak mau
saya harus masuk ke SPBU.
Sampai menemukan sebuah SPBU di tengah kota Bengkulu yang saya
tidak tahu itu dimana, yang penting antriannya tidak terlalu panjang. Saya mengarahkan laju mobil ke dalam SPBU untuk mengisi penuh tangki bahan bakar mobil.
Tidak lama kemudian kita sampai di hotel tempat kami menginap. Saya
melihat om Arief sudah berbelanja di minimarket didepan hotel. Om Arief termasuk grup yang duluan sampai akibat mengikuti om Jendra.
Berenang dulu |
Sebagian besar RTS semua |
Berhubung harga kamar lumayan mahal. Akhirnya kami memanfaatkan waktu
kami disini sampai habis baru check out
hahaha. Sekitar jam 11 siang kami baru keluar dari hotel ini. Eitsss itu belum langsung jalan menuju
kampung tapi jalan-jalan di kota Bengkulu dahulu. Minimal ada satu tempat yang
mesti dikunjungi sebelum kami berangkat. Akhirnya diputuskan kalau benteng Fort
Marlborough menjadi tempat singgah terakhir sebelum meninggalkan bengkulu.
Soalnya istirahat dikamarnya kelamaan. Om Ade sudah jalan-jalan ke rumah pengasingan
Bung Karno. Om Andri dan om Zaki menunggu didekat Benteng. Sedangkan om Heri sudah minta ijin untuk
berpisah karena akan menyeberang ke lintas tengah menuju Dharmasraya.
Foto keluarga RTS |
Foto Driver RTS |
Persiapan |
Persiapan sebelum berangkat (thanks to om Anto) |
Menuju Benteng |
Macet di kota Bengkulu |
Ini dia foto kendaraan kami |
Artis dangdut cabutan |
Family and their car |
Foto keluarga dulu |
Perjalanan akhirnya dipandu oleh om Eko dan om Jendra sebagai penyiar
radio yang menyebarkan informasi ke seluruh anggota. Jalanan di daerah Lais
masih mulus dan licin. Tidak berapa lama om Andri juga ikut bergabung bersama
kami. Mulai kami menjalani Etape menuju Muko-Muko.
Nah didaerah Penampung ada pertigaan yang akan selalu diingat oleh om
Eko karena disini beliau mengambil jalur yang salah menuju Ketahun. Dia
mengambil jalur lurus yang jalannya rusak parah dan jarang dilalui oleh
pengemudi. Oleh karena om Eko pernah lewat jadi kami di persimpangan ini
berbelok kekakan. Memang jalurnya sedikit jauh akan tetapi jalanya mulus dan
enak buat dilahap ealah emang
makanan.
Akibat terpisah dari rombongan om Zaki lah yang menjadi korban kali ini. Dia dan dua kendaraan lainnya menyusuri jalan yang jelek ini sampai gasruk-gasruk. Sungguh malan nian nasibmu om Zaki.
Akibat terpisah dari rombongan om Zaki lah yang menjadi korban kali ini. Dia dan dua kendaraan lainnya menyusuri jalan yang jelek ini sampai gasruk-gasruk. Sungguh malan nian nasibmu om Zaki.
Istirahat sekalin beli makan siang dan sore |
Selesai berbelanja kami langsung meneruskan perjalanan kami yang
ternyata masih jauh huhuhuhu…. Om Eko
dan om Jendra dengan setia memandu kami yang nubi ini. Mereka adalah pasangan
yang serasi hehehe. Mulai dair
Simpang Ampek Ketahun ini kami melewati perkebungan karet yang jalannya super
cakep. Biar gambar yang mejelaskan. Kalau saya saja yang bercerita nanti
dibilang hoax.
Sunset |
Versi terang |
Ditengah jalan kami juga diikuti oleh pengendara motor yang menyelinap
didalam rangkaian konvoi. Motor dengan merk India dengan setia terus mengikuti
rangkaian konvoi. Motor dengan gaya full
turing dan dilengkapi action camera
di helm menandakan si pengendara ingin mereka semua kejadian di perjalanan.
Sampai akhirnya kami beristirahat di sebuah SPBU yang sudah tutup di daerah
Ipuh. Seperti yang telah saya utarakan sebelumnya banyak SPBU di jalur Lintas
Barat ini yang bekerja hanya di jam kerja kantoran jadi magrib sudah tutup.
Mumpung tutup kami bisa parkir seenaknya di SPBU ini. Si pengendara motor juga berhenti dan
kami berbincang sejenak sebelum
melaksanakan ibadah sholat magrib, sedangkan si pengendara motor tetap
melanjutkan perjalanan.
Setelah ijin ke pengelola untuk melaksakan kewajiban kami untuk sholat
disini. Disini kami berhenti lumayan lama hampir satu jam. Kemudian kami
melanjutkan perjalanan menuju Muko-Muko. Menuju Muko-muko kami berjalan santai
dan menjaga jarak antar kendaraan. Kalau jalan kosong kendaraan bisa dipacu dan
kalau ramai kecepatan dikurangi. Kondisi jalan relatif mulus dan jarang ada
jebakan betmen.
Sekitar jam 10 malam kami akhirnya sampai di kota Muko-muko dan bertemu
dengan om Zaki yang telah menunggu di sebuah rumah makan yang mirip denga rumah
makan di Lampung yaitu rumah makan Begadang 1. Kami disini berhenti Full team
ada 19 kendaraan parkir disini dan langsung penuh parkiran. Sebagian ada yang
parkir di luar, dibahu jalan. Untung sudah jam 10 malam jadi kendaraan sudah
berkurang banyak.
Disini peserta banyak yang makan malam dan ada juga yang bungkus untuk
dimakan di mobil. Saya sendiri hanya memesan segelas teh telor untuk penambah stamina. Bunda
membungkus makanan disini untik dimakan saat sahur nanti. Rumah makan yang tadinya sepi langsung full.
Ada juga yang memesan kopi telor. Ini
pertama kali saya mendengar minuman ini. Akibat full nya rumah makan ini saya mesti menunggu beberapa lama untuk
mendapatkan minuman pesanan saya.
Dirumah makan ini mengalami mati lampu beberapa kali. Ditengah keadaan
mati lampu, bunda menarik saya keluar rumah makan dan menyuruh saya melihat
kelangit. Dia menjelaskan kepada saya akan nama-nama benda langit. inilah
pertama kali saya bisa melihat banyak benda langit dengan mata telanjang.
Bahkan saya bisa melihat galaksi bima sakti (kalau ga salah sih). Sungguh besar
rahmat Allah.
Perjalan kemudian kami lanjutkan sekitar jam 11 malam. Diradio om Jendra
menerima sapaan dari sesama pemakai radio lokal. Hanya om Jendra saja yang bisa
mendengar dan kami hanya bisa mendengar om Jendra berbicara sendir. By the way, Mr. X. terima kasih untuk informasi yang telah
diberikan oleh Mr. X kepada om Jendra.
Om Eko dan om Jendra didepan menambah kecepatan menyaimgi mobil travel
yang berlari kencang . Kami yang dibelakang ngos ngosan mengikuti. Dikecepatan
tinggi tinggal memperhatikan disekeliling kita kadang ada gerombolan sapi yang
nongkrong dipinggir jalan. Kalau siang kita harus ekstra hati hati dengan
manusia kalau malam masih ada sapi yang membuat kita ekstra waspada.
Bunda bukan memperhatikan jalan, tapi lebih asik dengan melihat
benda-benda langit yang sangat jelas terlihat di langit Sumatra yang bersih.
Kebetulan sat itu kami melewati jalan yang lumayan gelap.
Kami melewati Tapan ditengah malam. Ditengah perjalanan ternyata ada
satu kendaaan yang menyusup dirombongan. Kami menambah kecepatan dia ikut juga.
Padahal ini mobil SUV rakitan Jepang ini
diatas rata rata mobil peserta mudik bareng. Tinggal pencet gas sedikit mobil
kami semua langsung dikentutin eh
tapi mobil ini setia mengikuti kami bahkan sampai kami masuk disebuah SPBU
untuk beristirahat sejenak. Ternyata ini mobil memang mencari teman untuk
konvoi. Di SPBU ini kami rehat sejenak
sambil diambil gambar oleh om Arief untuk dijadikan video.
Kurang lebih kami berehat 15 menit dan kemudian melanjutkan perjalanan
menuju kota Painan. Saya sempat terputus dari rombongan dan sewaktu mengejar
rombongan, saya melihat mobil om Audit masuk ke rumah makan dan kebutulan sekali
banyak mobil lainnya. Saya pikir semua masuk rumah makan tersebut ternyata saya
salah. Hanya om Audit yang masuk kesana akibat mengantuk. Akhirnya saya
meneruskan perjalanan bersama om Wike dan om Ade yang juga berpikiran sama. Kami meninggalkan om Audit disana yang sepertinya di dera kantuk berat.
Akhirnya kami berhasil mengejar rombongan yamg sedang berehat disebelum
masuk kota Painan. Karena saat itu semua anggota akan melaksanakan sahur. Kami
beristirahat sembari sahur dan disinilah kami mulai berpisah. Karena ada yang
menuju Padang, Bukittingi, Payakumbuh dan bahkan Medan. Anggota yang menuju
padang dan lain sebagainya jalan duluan. Soalnya akan ada juga yang akan jalan
menuju pulau Mandeh untuk menikmati liburan sebelum lebaran. Sudah menjadi
rahasia umum kalau pada saat lebaran semua area rekreasi akan penuh dengan
pengunjung jadi lebih baik jalan sebelum lebaran. Keluarga yang menuju pulau
melaksanakan sholat dahulu di sebuah mesjid di sebelum masuk Painan.
Painan menjelang pagi |
Sinar mentari sudah malu malu tampak |
Melewati Painan menuju penyebrangan kapal. Kami kembali melewati daerah
perbukitan. Untuk cerita jalan jalan ke pulau akan kami ceritakan di postingan
saya yang lain.Kami kembali mendarat setelah seharian berjalan jalan menuju pulau pulau
kecil disekitar painan yang indah.
Perjalanan menuju Padang sudah lumayan ramai kendaraan karena sudah
banyak kendaraan yang lalu lalang. Saat itu hari sudah sore selepas kami pulang
dari pulau. Dijalan kami melihat penjual durian, kami berhenti untuk menawar
durian tersebut. Penjual menawarkan durian 750rb untuk 13 buah durian yang
tidak rata besar nya. Ditawar 350rb si penjual tidak mau akhirnya kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Padang. Om Wike akan sowan ke
rumah saudara di daerah Gaung dan om Rio akan balik kerumah.
Tinggal saya sendiri yang akan melanjutkan perjalanan menuju Bukittinggi.
Awalnya saya ingin singgah sebentar di kota Padang. Akan tetapi dengan semrawutnya
lalu lintas kota Padang akhirnya saya mengurungkan niat saya dan balik kembali
menuju jalan bypass.
Hari sudah menunjukan jam 5 sore. Kami tetap jalan menuju kampung
halaman. Kami melewati Lubuk Alung dan belok kiri di Sicincin menuju Malalak.
Ini adalah jalur favorit saya untuk menuju Bukittinggi. Selain jalan mulus dan
sepi. Pemandangan disini juga indah. Kurangnya hanya tidak ada air terjun.
Photo dulu sebelum sampe rumah |
Dengan gaya |
Indahnya malalak |
Perjalanan menuju Bukittinggi bisa dilalui dengan lancar. Sebelum menuju
rumah kami kembali berhenti untuk makan malam. Pilihan kami kali ini adalah
sate pariaman. Sate ini sudah masuk dalam incaran saya dalam beberapa tahun
belakangan dan baru kali ini kesampaian.
Secara umum sate rasanya biasa saja. Saya lebih suka sate Bukittingi
yang rasanya pedas manis. Pedas di kuah dan manis di dagingnya.
Selesai makan kami beranjak menuju rumah dan akhirnya kami sampai di
rumah pada jam 8 malam. Akhirnya sampai juga kami di kampung halaman setelah 4
hari 4 malam meninggalkan tanah Jawa. Sebuah perjalanan mudik yang sangat
sangat panjang dan menyenangkan. Rekan rekan seperjalanan yang menyenangkan dan
pemandangan sepanjang jalan yang sangat indah membuat perjalanan panjang ini
berasa menyenangkan. Tinggal mengembalikan stamina yang lumayan lama. Sampai
jumpa di cerita mudik saya dan keluarga di tahun depan. Insya Allah.....
Closing Testimoni:
Terima kasih buat kebersamaan yang telah kita jalani selama mudik tahun ini. It was a great experience for me and my family.... See you in next year trip in another chapter.
Additional:
Millions of thanks for all support me with picture and movie. Without you this post will be nothing special.
To My Fams:
We could make it more....... in the future.....Thank and love you all. Bunda, Azra dan Nabil. Love kiss and hug.
Closing Testimoni:
Terima kasih buat kebersamaan yang telah kita jalani selama mudik tahun ini. It was a great experience for me and my family.... See you in next year trip in another chapter.
Additional:
Millions of thanks for all support me with picture and movie. Without you this post will be nothing special.
To My Fams:
We could make it more....... in the future.....Thank and love you all. Bunda, Azra dan Nabil. Love kiss and hug.