RTS Mudik Bareng Linbar 8 – Menikmati keelokan Lintas Barat Sumatra

2:02:00 PM


Yihaaaaa. Tanggal 7 Juni 2018 adalah hari terakhir saya bekerja dikantor, karena keesokan harinya sudah masuk hari cuti saya. Walau gegara lebaran ini biasanya cuti saya langsung terpangkas setengahnya, padahal baru dapat di awal bulan Mei dan di Awal bulan Juni langsung hilang setengahnya. Sedih.... kenapa cutinya ga nambah yah.

Semua barang-barang yang akan dibawa telah dipersiapkan oleh bunda dan diletakkan diruang tamu menunggu saya untuk memasukkan kedalam mobil. Roofbox sudah siap terpasang diatas si neng erti menunggu untuk dimasukkan barang.

Selepas melaksanakan sholat Isya saya langsung bergerak untuk memasukkan barang-barang yang akan dibawa. Pengaturannya sederhana saja. Baju dipisahkan menjadi 2 bagian. Baju yang akan digunakan di perjalanan alias baju ganti diletakkan didalam mobil. Baju yang akan dipakai di kampung diletakan diatas alias di roofbox. Kemudian Perlengkapan sholat dan makanan diletakkan didalam mobil. Saya memilih meletakkan barang yang ringan dan makan tempat saja diatas roofbox.

Ternyata selesai menata barang tidak terasa saya ngobrol dengan bunda, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam, wah saya harus tidur ini soalnya besok adalah hari yang panjang, saya harus tidur awal dan bangun sedikit telat sebagai kompensasi akibat nanti mengendarai mobil selama 24 jam.

Hari Jumat tanggal keberangkatan saya menuju tanah sumatra. Mudik adalah salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu oleh para angota keluarga kami. Semua anggota keluarga mempunyai tugas dan kewajiban masing-masing dalam mempersiapkan mudik. Tapi memang yang paling ribet itu si kakak yang tiap hari menanyakan progres kegiatan mudik dan yang paling cuek adalah si Adek.

Ternyata kegiatan saya pagi itu tidak hanya tidur saja tapi juga harus mempersiapkan ini dan itu. Mulai dari isi e toll, bayar material, cari music buat dijalan dan tanpa terasa  waktu sudah menunjukkan jam 11 siang dan sudah tidak memungkinkan lagi bagi saya untuk melanjutkan tidur. Kemudian saya bersiap untuk berangkat sholat Jumat ke Mesjid di dekat rumah.

Selesai melaksanakan ibadah sholat Jumat, saya bersiap-siap untuk berangkat menuju meeting poin, sebelum kami melaksanakan turing bersama didalam acara Mudik Bareng RTS 2018. Seperti tahun tahun sebelumnya kami bersama-sama dalam komunitas RTS (Road to Sumatra) mengadakan mudik bareng. Kali ini merupakan kali keempat kami mengadakan mudik bareng . Tahun ini terasa lebih komplit karena kali ini peserta di Lintas Barat seimbang dengan peserta yang akan menjajal lintas tengah dan Timur.
Jalur yang akan kami tempuh (sepanjang 1461 km)
Pada mudik kali ini kami akan mencoba sensasi mudik di Jalur Lintas Barat Sumatra . Terima kasih atas informasi yang diberikan oleh om Eko dan om Yandri. Sayang sekali kali ini om Yandri berhalangan mudik. Biasanya kami mudik selalu melintasi lintas tengah, akan tetapi kali ini kami ingin mecoba sensasi lain di lintas barat Sumatra. Perjalanan melewati lintas barat sumatra yang di hiasi oleh pemandangan pantai Samudra Hindia.

Tepat jam 13.07 kami meninggalkan rumah kontrakan kami di daerah Bekasi. Perjalanan kami melewati Jalan tol dalam kota yang saat itu masih dalam keadaan ramai lancar. Dari jalan tol dalam kota kami mengarah ke tol Jakarta Merak yang juga dalam keadaan ramai lancar. Berbeda sekali dengan arah yang menuju Jakarta terlihat dalam keadaan macet. Alhamdulillah sejak dihapuskannya gerbang tol di KM13 lalu lintas menjadi lebih lancar berbeda dengan tahun sebelumnya. Di dalam perjalanan tol Jakarta Merak kami diberi Hadiah Hujan deras oleh Allah namun tidak berlangsung lama. Mendekati KM 30 hujan berhenti dan kami meneruskan perjalanan dibawah awan gelap.

Disepanjang perjalanan terlihat para pemudik yang sudah mulai bergerak menuju arah yang sama dengan kami. Saya sempat mampir di rest area KM 43 karena lampu indikator bahan bakar sudah menyala sebagai indikasi kalau Bahan Bakar mobil saya sudah menipis alias hampir habis. Awalnya team RTS Lintas Barat  8 direncanakan berkumpul disini, akan tetapi demi kenyamanan bersama kami memindahkan lokasi meeting point perdana kami menuju tanah Sumatra ke rest area KM 68 jalan tol Jakarta Merak.

Oh iya saya hampir lupa kalau kali ini masih bertiga tanpa bunda. Bunda masih bekerja dan kami akan menjemput bunda di Cilegon. Kebetulan sekali bunda hari ini ada meeting di Proyek kantornya di Cilegon sehingga saya tidak perlu lagi menjemput Bunda ke kantornya di Jakarta yang besar kemungkinan kami akan terlambat.

Di rest area KM 43 ini saya mengisi bahan bakar kendaraan sampai penuh. Kemudian berputar satu kali putaran untuk mencari rekan dari grup lain (RTS Linteng 8) yang kemungkinan sudah berkumpul. Akan tetapi tidak satupun anggota RTS yang saya temui, yang terlihat hanya para pemudik lain yang juga akan menyeberang ke Sumatra tampak berkumpul. Akhirnya setelah berputar satu putaran dan tidak berhasil menemukan anggota RTS yang lain saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju rest area KM 68.
Peserta yang telah berkumpul
Saya sampai di rest area KM 68 jam 3 sore dan bertemu dengan anggota lainnya yang telah duluan berkumpul. Seperti om Yos, om Anto, om Heri, om Rio, dan om Ade. Mereka sedang berkumpul di area Mesjid sekalian untuk melaksanakan sholat Ashar. Sayapun menyusul untuk melaksanakan ibadah sholat Ashar sebelum melakukan perjalanan panjang.

Tepat jam 4 sore saya ijin meninggalkan rest area KM 68 untuk menjemput bunda di pintu keluar Tol Cilegon Barat. Saya memacu kendaraan, supaya bisa menjemput bunda on time karena bunda sudah hampir sampai di meeting point yang kami sepakati di pintu tol Cilegon Barat . Setengah jam kemudian saya sampai di Pintu tol yang dimaksud. Bunda sudah menunggu disana sendirian. Selanjutnya kami menyusuri komplek perumahan Puri Cilegon Hijau untuk menghindari macet di lampu merah depan komplek Kawasan Industri KS. Sebenarnya bunda ingin mandi dulu dirumah ibu di sini,  akan tetapi ibu dan adik saya sedang jalan-jalan ke Serang. Sehingga niat mandipun terpaksa  dibatalkan.

Di jalan Raya Cilegon Merak kami berhenti di sebuah mini market untuk mempersilahkan bunda mengganti pakaian kerjanya, tapi bunda masih komplen karena tidak bisa mandi terlebih dahulu hihihi. Setelah bunda selesai mengganti baju, saya mengemudikan mobil menuju pelabuhan Merak. Sesuai dengan prediksi kondisi Pelabuhan Merak masih sepi oleh para pemudik dan kita bisa memilih dermaga mana untuk naik kapal, kecuali jika pintu masuknya ditutup. Biasanya petugas mengarahkan ke dermaga mana kita bisa langsung naik kapal.

Saya menggunakan tiket elektronik yang bisa di beli di web ASDP di link berikut ini. Link. Untuk pembeliannya sangat mudah sekali. Ada tiga metoda yang bisa dipakai yaitu, Pembelian langsung pada loket di Merak, Pembelian di rest area KM 43 dan juga pembelian tiket online di web. Kali ini saya memutuskan menggunakan pembelian online, biasanya kami membeli di rest area atau langsung di pelabuhan, dan benar saja pembelian tiket di Rest Area  belum dibuka. Tempat penjualan tiketnya masih dipersiapkan

Pada saat akan masuk kedalam Pelabuhan saya menyerahkan barkode yang dikirimkan melalui email ke petugas loket pembelian tiket, Seharusnya ada jalur khusus untuk pembelian tiket secara online, sama halnya dengan pembelian tiket di rest area, akan tetapi jalur khusus itu  belum selesai di persiapkan. Jadi kami tetap masuk melalui jalur loket biasa. Dan ternyata saudara-saudara malah petugas loket  belum siap dan harus bertanya dengan atasannya. Saya tertahan sekitar 10 menit sampai saya bisa masuk kawasan Pelabuhan.
Sore hari di pelabuhan Merak
Selesai menukarkan tiket online dengan tiket naik kapal. Nantinya kita akan diberikan semacam kartu yang besarnya sebesar kartu atm dan juga selembar kertas lainnya. Selanjutnya saya bergerak menuju parkiran sambil menunggu teman lainnya yang belum datang. Tidak beberapa lama teman-teman yang lain sudah mulai memasuki pelabuhan. Akhirnya kami berjejer panjang di pelabuhan merak. Untuk team RTS Linbar 8 kali ini ternyata akan diisi oleh total 20 kendaraan pemudik.

Om Rio & keluarga

om Arief & keluarga
Om Yos & keluarga


Om Eko & keluarga

Om Ade & keluarga
Saya sendiri & keluarga


Om Zaki, om Razi & om Ari  (Gank include)
Om Hendro & keluarga
Om Hendry & keluarga


Om Andi & keluarga

Om Anto & keluarga
Om Riki  & keluarga
Om Romi & keluarga
Om Audit & keluarga
om Heri & keluarga




Om Mahfudz ganks

Om Wike & keluarga

Inilah konvoi paling panjang yang kami lakukan dari sebelumnya. Mudik sebelumnya paling banyak 11 kendaraan melewati Jalur tengah Lintas Sumatra. Memang sepertinya aura lintas barat lumayan menarik buat dijalani oleh kami sekeluarga
Sebagian dari kami di Pelabuhan
Jalur ini merupakan jalur baru oleh sebagian besar dari kami, hanya om Eko dan om Jendra yang pernah melaluinya.  Karena itu kami mendampuk om Eko sebagai Road Captain kami dan om Jendra sebagai Sweeper karena beliau mempunyai Radio komunikasi yang paling bagus diantara kami semua. Hanya om Jendra yang menggunakan Rig sebagai alat komunikasi. Oh iya... sebagai informasi semua dari kami menggunakan alat komunikasi HT dan Rig dalam berkomunikasi antar kendaraan selama diperjalanan. Ini diharapkan dapat membantu dalam perjalanan kami nantinya.

Setelah berkumpul kami bergerak menuju dermaga 1 padahal semula kami ingin ke dermaga 3, ternyata ditutup oleh petugas. Di dermaga 1, saya diarahkan antri dibelakang bus, entah kenapa. Sementara yang lain boleh langsung naik kapal. Eh..... ternyata karena kendaraan kami memakai roofbox jadi saya harus menunggu belakangan masuk kapal karena kapal yang akan saya naiki ternyata kecil. Padahal sebelumnya om Rio sudah berusaha masuk kebawah (lambung kapal) agar semua kami masuk dalam satu kapal dan ditolak oleh petugas dengan alasan di lambung hanya untuk truk.

Satu persatu para pejuang lintas sumatra jalur barat naik keatas kapal di lantai atas. Saya sedikit ketakukan kalau saya akan ditingal oleh kapal ini soalnya saya melihat kalau kapal ini sudah mulai penuh dan sebagian besar kami belum naik keatas kapal. Dan penantian itu berakhir, mobil kami naik keatas kapal akan tetapi dengan posisi mundur hihihi. Iya karena kapal akan penuh dan demi memudahkan nanti turun maka saya harus naik keatas kapal dengan posisi mundur. Susah juga yah mengendarai mobil dengan posisi mundur.

Sewaktu memarkirkan  kendaraan diatas kapal saya mendengar sesuatu bunyi aneh dan mobil saya tertahan, ternyata roofbox saya terhadang oleh atap kapal. Alhamdulillah, hanya baret yang membekas tertinggal di box kami tidak ada kerusakan yang cukup berarti dan perjalanan masih bisa diteruskan.

Om Andri menjadi kendaraan terakhir yang bisa masuk keatas kapal. Untuk grup linbar 8 ternyata ada 5 kendaraan yang tertinggal dibawah dan masih bisa bergabung dengan grup Lintas tengah 8 sebanyak 6 kendaraan di kapal berikutnya. Tidak lama kapal sudah angkat jangkar dan memulai perjalanan menuju tanah Sumatra. Sampai jumpa tanah Jawa sampai jumpa dua minggu lagi. 

Perjalanan diatas kapal adalah salah satu bagian perjalanan mudik yang saya sukai karena disini saya bisa menikmati perjalanan dilaut dengan santai dan tanpa kerja keras hehehehe. Tidak lama kami berlayar kemudian terdengar suara adzan magrib yang menandakan kalau waktu berbuka sudah masuk dan akhirnya para co driver RTS mengelar menu berbuka puasa di geladak kapal. Jujur inilah hal diluar dugaan saya, semua menggelar menu berbuka untuk para anggota RTS. Sekali lagi rasa kekeluargaan sangat kental terasa diantara kami.
Ibu-ibu makan dulu baru bapaknya

Pejuang lintas Sumatra dan penerusnya
Berbagai menu yang digelar kami nikmati bersama-sama dalam kebersamaan. Walau menu sederhana kami nikmati bersama. Ditemani angin malam kami menikmati menu berbuka bersama, selanjutnya kami melaksanakan sholat magrib yang dijamak dengan sholat Isya.

Jam 9 malam kami mulai bersandar di pelabuhan Bakauheni, saya menjadi kendaran pertama yang menjajakan kaki di tanah Sumatra. Kami langsung mencari lokasi untuk melakukan gruping.

Setelah kami re-gruping kami langsung masuk ke dalam tol baru yang akan menghubungkan antar kota di Sumatra. Tapi hanya 15 km jalan tol yang sudah bisa dinikmati. Padahal saya sudah bermimpi untuk menjajal jalan tol ini sampai ke kota Bandar lampung, karena jalan inilah yang paling menyiksa. Jalan masih ramai dengan truk dan pemudik yang baru keluar dari kapal. Setelah 15 km kami keluar tol lagi  untuk melanjutkan perjalanan melalui jalan biasa. Saat itu kondisi jalan masih belum ramai, tapi beberapa truk bertonase besar yang kadang menghambat perjalanan kami. Dua jam kemudian perjalanan konvoi kami sampai di kota Bandar lampung. Kami beristirahat di sebuah SPBU didepan rumah makan Begadang V, sambil menunggu anggota lintas barat lain untuk bergabung bersama kami. Informasi tetap kami sampaikan di  WA grup Linbar 8.

Jalan menuju kota Bandar lampung kondisi jalannya di beberapa tempat sedikit membahayakan yaitu adanya beda ketinggian jalan dengan gap sekitar 50 cm. Posisi beda ketinggiannya yang berada di tengah jalan mengharuskan kitauntuk  berhati-hati. Padahal kondisi ini sudah ada pada tahun lalu dan belum juga selesai pada tahun ini.

Sangat melelahkan sekali melewati banyak truk berukuran besar dengan jumlah peserta konvoi yang banyak. Ditambah lagi banyak juga para pemudik yang yang berlaku sebagai pembalap. Sehingga sedikit mengobarak abrik rombongan kami. Namanya juga jalan umum jadi kami biarkan mereka melewati kami terlebih dahulu.

Berangsur-angsur anggota konvoi jalur lintas barat berkumpul di SPBU tersebut. Lumayan lama kami menunggu para peserta lain untuk berkumpul tapi akhirnya ditutup om Romi menjadi peserta terakhir bergabungl dengan kami. Kondisi lalu lintas dari Bakauheni ke Bandar lampung sangat melelahkan dalam perjalanan konvoi.

Akhirnya 20 kendaraan berbaris menuju lintas barat Sumatra yang dipimpin oleh om Eko sebagai RC dan om jendra sebagai Sweeper. Alhamdulillah semua peserta konvoi memiliki alat komunikasi berupa Radio Komunikasi dalam berkomunikasi antar anggota konvoi.

Tujuan kami berikutnya adalah Mesjid Imaduddin yang menjadi meeting poin kami berikutnya. Pada jam 12 malam kami memulai perjalan menempuh Lintas Barat Sumatra yang belum pernah kami tempuh selama ini. Berbagai berita buruk kami dengar dari luar mengenai jalur ini. Mulai dari jembatan putus dan lain-lainya. Akan tetapi entah kenapa magnet untuk mencoba jalur ini sangat besar dan mengalahkan ketakutan kami akan berbagai cerita miring mengenai jalur lintas barat ini.

Kami memulai perjalan lintas barat Sumatra ini dari jalan Soekarno hatta dan diteruskan ke Jalan Soedirman, berbelok ke kiri di Bundaran yang biasanya kami belok ke kanan menuju lintas tengah sekarang kami ke kiri melewati jalan Zainal Abidin dan berputar balik menuju jalan Pramuka.

Masuk jalan Pramuka ini lah jalan lintas barat kami dimulai. Jalan yang berkontur naik dan turun menambah asyiknya kami berkendara ditambah sepinya jalur ini membuat konvoi kami tidak terputus. Ditengah kegelapan malam lampu rem peserta RTS Linbar 8 seperti kunang-kunang dimalam hari. Sungguh indah. Ditambah lagi kondisi jalan yang mulus membuat perjalan ini sangat kami nikmati.

Perjalanan yang dikomandoi oleh om Eko melintas dengan kecepan sedang, tiba-tiba om Jendra  menyusul kedepan dan akhirnya sweeper diambil alih oleh om Mahfudz. Ternyata komposisi ini yang lebih bagus. Om jendra dengan Rig-nya bisa menjangkau sampai kebelakang. Berhubung kami  sebagian menggunakan HT jadi kadang informasi sampai kebelakang terputus akibat terbatasnya jangkauan.

Dari Bandar Lampung kami menuju Gedong tataan dan seterusnya menuju Kota Agung, Akhirnya kami sampai di Mesjid Imaduddin sekitar jam 3 dinihari.  Menjelang Mesjid ada sebagian anggota yang mengisi bahan bakar di sebuah SPBU yang berada sebelum mesjid tersebut. Perjalan menuju mesjid ini kami tempuh masih dalam kondisi bertenaga sehingga kami masih menikmati perjalanan ditambah kondisi jalan yang mulus. Kalaupun  ada lobang masih dalam tahap wajar.
Foto-foto dulu
Sesampai di Mesjid imaduddin kendaraan kami langsung memenuhi parkiran mesjid tersebut. Lahan parkir yang tidak begitu besar sudah terisi sebagian oleh pemudik lain sedangkan kami ada 20 kendaraan. Akhirnya ada beberapa kendaraan terpaksa parkir di seberang jalan raya. Setelah berbincang-beincang sejenak, selanjutnya saya memilih tidur didalam mobil. Memang umur tidak bisa didustakan hehehe.

Saya terbangun saat adzan subuh berkumandang. Sangat berat mata ini dibuka. Mungkin setan-setan masih bergelayut dimata . Akhirnya dengan dipaksakan saya bangun dan  keluar dari mobil untuk mengambil air wudhu. Kemudian melaksanakan sholat shubuh berjamaah.

Selepas melaksanakan sholat kami bersiap untuk melanjutkan perjalan menembus hutan Taman Nasional Bukit Barisan alias TNBB. Berangsur-angsur para peserta meninggalkan lokasi parkir mesjid. Disini kami kesulitan untuk membuat barisan panjang karena jalanan yang sempit tidak memungkinkan kami menunggu.

Sewaktu saya akan bergerak saya mendapat informasi dari radio kalau kaca mata om Arief hilang. Setelah beberapa saat mencoba mencari namun pencarian yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Akhirnya Om wike meminjamkan kacamatanya kepada om Arief dan syukurlah bisa dipergunakan. Sehingga perjalanan bisa dilanjutkan

Ternyata peserta yang lain sudah jalan duluan dan cuma kami bertiga yang tertinggal dibelakang. Kami bertiga memulai perjalan mengejar ketertinggalan. Perjalanan membelah hutan taman nasional ini adalah pengalaman pertama dalam melewati Hutan Lindung. Hutan lebat dan jalanan yang sempit  menambah kenikmatan perjalanan ini. Sungguh ini pengalaman yang menyenangkan sekali. Saya membuka jendela untuk menghirup udara pagi dihutan ini. Sungguh segar sekali. Jelas berbeda dengan udara kota Bekasi yang biasa kami hirup. Sayup-sayup terdengar suara siamang berteriak dari dalam hutan yang membuat Nabil ketakutan dan meminta saya untuk menutup jendela.

Perjalanan dari mesjid Imaduddin menuju Krui ini sungguh sangat indah. Kombinasi pemandangan hutan nasional dan jalan yang mulus menghiasi jalur ini. Walau terkadang kecil tapi tidak mengurangi kenikmatan menyusuri lintas barat. Jalan yang berkontur bahkan ada beberapa tanjakan yang terkenal disini salah satunya tanjakan Manula. Kalau kita dari Jakarta kita akan menurun akan tetapi kalau kita dari Bengkulu maka akan mendaki. Tanjakan yang lumayan tinggi dan panjang. Makanya tidak banyak truk yang berani melewati jalan ini dan untuk kami sendiri ini merupakan keuntungan tersendiri. Jadi saingan dijalan tidak banyak.

Terlebih ketika kami melewati gerombolan monyet yang sedang santai bergerombol di tengah jalan (mungkin menunggu tebengan ke kota kali yah). Nabil malah meminta saya untuk segera menutup jendela dan Bunda juga meminta hal yang sama.
Masih bertiga

Inceran bunda tiap mudik, siapa yang bikin jembatan
Sungguh saya menikmati perjalan ini. Jalanan yang mulus (dibandingkan dua lintas lainnya). Semua lengkap di sini. Ada Hutan, Pantai, Sawah, perkotaan, perkebunan dan lainnya.

Akhirnya kami bisa menyusul rekan lain yang mengisi bahan bakar di sebuah SPBU sebelum kota Biha. Kami berkoordinasi kalau kami ingin  singgah disebuah pantai terlebih dahulu sekalian sarapan pagi bagi yang tidak puasa. Memang mudik kali ini lebih santai dari tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya  diputuskan kami akan berhenti sebuah pantai di kota Krui.

Kami mulai meneruskan perjalanan menuju krui. Jalanan yang dilalui masih mulus dan lancar, kadang menyusuri pantai kadang tidak. Tidak lama kami meninggalkan SPBU tempat kami berhenti akhirnya bertemu dengan jembatan putus yang kemaren sempat jadi pertimbangan kami untuk membatalkan melewati jalur ini. Disini kami diarahkan turun kearah pantai dan berjalan diatas pasir yang telah dipadatkan dengan air oleh dua orang pekerja. Dengan senang hati saya memberikan sedikit uang tips bagi para pekerja tersebut. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bagi saya. Mudik  turun ke pantai sekalian dengan mobilnya hehehehe.
Edisi mobil main dipantai (by om Hendro)
Menjelang kota Krui saya mencoba menyalip peserta dengan tujuan mengambil gambar video. Selesai mengambil gambar saya mencoba mengejar rombongan konvoi. Setelah 10 menit berlalu saya tidak berhasil mengejar rombongan, padahal saya mengemudi dengan kecepatan tinggi. Akhirnya bunda memutuskan untuk menghubungi salah satu co driver. Ternyata mereka masuk kedalam gang kecil menuju pantai. Waduh pantas saja dikota tadi saya masih mendengar suara mereka melalui radio komunikasi tapi saya tidak bisa mengejar mereka.  

Lumayan jauh saya meninggalkan mereka. Saya kembali ke kota Krui untuk bergabung dengan peserta konvoi yang lain. Setelah melewati jalanan kecil dengan bepedoman pada Gogle map, akhirnya saya berhasil menemukan meraka sedang beristirahat dipinggir pantai.
Pantai Labuhan Jukung Krui

Cantik kan?
Ada yang tidur di teras sebuah kantor yang kosong ditemani sejuknya angin laut. Ada juga yang sedang menyuapi anak dan ada yang langsung mandi di pantai. Pantai Labuhan Jukui mempunyai pasir yang putih akan tetapi ombaknya besar. Sebuah papan peringatan dipasang oleh petugas keamanan disana. Lumanyan seram papan peringatannya hehehe. Sekitar satu jam kami bermain dipantai ini.
Nih nama pantainya

Papan pengumuman yang bikin ngeri
Menjelang keberangkatan, mobil om Arief mengalami masalah aki. Akibat lupa mematikan lampu. Alhamdulillah om Mahfudz mempunyai kabel jumper yang bisa dipakai untuk  menolong mobil om Arief. Tidak beberapa lama, mobil om Arief bisa dihidupkan dan kami bisa melanjutkan perjalanan.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 pagi. Perjalan menuju kota Bengkulu dilanjutkan. Perjalanan kami masih disuguhi pemandangan yang begitu indah. Disebuah turunan kami berhenti lagi untuk mengabadikan keindahan alam yang terpampang didepan mata.
Berhenti lagi demi foto Instagramable
Baru 30 menit perjalanan kami mesti berhenti lagi demi mengabadikan keindahan alam ini. Setelah itu perjalanan diteruskan menuju Bengkulu. Sebenarnya masih jauh sih hihihihi… Walaupun terasa jauh kami sekeluarga menikmati perjalanan ini. Terutama bunda yang bersukur kami ikut konvoi karena dengan adanya konvoi mencegah saya ngebut-ngebutan di jalan.
Krui oh Krui

Indahnya.....

Mulusnya....
Pada saat masuk waktu zhuhur kami berhenti di sebuah SPBU di sebelum kota Mana. Disana kami kembali berdiskusi dimana nantinya beristirahat (diskusi kembali hihihihi). Sangat susah mencari rumah makan yang mempunyai parkiran yang luas di Lintas Barat ini. Hanya SPBU lah yang bisa mengakomodasi parkiran buat 20 mobil kami.

Kali ini om Jendra minta ijin untuk duluan karena ingin berbuka di kota Bengkulu. Akibat kurang koordinasi beberapa anggota juga mengikuti om Jendra yang ingin memisahkan diri. Om Rio, om Hendro, om Audit, om Arief dan om Romi adalah beberapa yang mengikuti om Jendra.

Jadilah kami tersisa 14 kendaraan bersama-sama menuju kota Bengkulu. Tidak lama kami sampai di kota Bintuhan. Dikota ini om Eko berjalan pelan untu mencari rumah makan yang buka. Kami menemukan sebuah  rumah makan kecil yang ada di pinggir jalan. Langsung saja kemacetan terjadi akibat semua mobil berhenti dan memadati area parkir yang bisa dikatakan tidak ada dirumah makan ini. Sebagian ada yang parkir di penginapan disebelah rumah makan dan ada juga parkir di seberang jalan untuk mencegah kemacetan.

Sebagian besar peserta makan dirumah makan ini, kecuali keluarga saya dan om Mahfudz yang bawa bekal dari rumah. Om Eko ternyata tidak ikut makan di rumah makan yang sama, om eko belanja makanan di tempat lain diseberang rumah makan.

Setelah makan dan kenyang (maaf saya ga puasa) perjalanan dilanjutkan menuju Mana, hari sudah mulai sore dan ujian datang pada kami.  Perjalanan menuju Bengkulu  didaerah Maras menuju Tais, Kami disuguhi jalanan yang masih berbatu (mungkin tahun depan sudah bagus). Sekitar 1 jam kami di obrak abrik oleh jalanan jelek (walau jalannya masih bagus dari lintas tengah atau timur).
Jembatan putus

Kondisi jalan jelek
Setelah puas digoncang jalanan jelek kami berhenti di sebuah SPBU yang sudah tutup (harap maklum kalau SPBU di Lintas Barat banyak yang jam kerjanya jam kerja kantoran). Disini kami melepas penat setelah bergoyang-goyang didalam mobil. Mulai dari jalanan yang belum diaspal, berlobang dan jembatan putus kami lewati. Jadi butuh istirahat sejenak. Sembari mencari hotel yang akan dipakai untuk menginap nantinya. Untuk hotel akhirnya kami menggunakan Hotel yang sama dengan om Eko. Soalnya sinyal internet saat itu bisa dibilang tidak ada.

Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju Bengkulu. Kondisi Jalan sekarang bisa dibilang lebih baik dari tadi. Akan tetapi kendaraan susah untuk dipacu karena banyak penduduk sekitar yang berkeliaran dan mengendarai motor seenak udelnya. Hari sudah mulai gelap.

Kami masih bisa berjalan beriringan dalam satu rangkaian. Melalui radio komunikasi salah satu anggota rombongan menginformasikan ingin memenuhi panggilan alam. Alhasil kami mencari tempat dan menemukan sebuah rumah ibadah. Waduh bukannya sholat malah numpang ke kamar kecil. Selesai dari kamar kecil kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan lagi, berhubung posisi parkir  mobil saya didalam tertutup kendaraan lain terpaksa saya menjadi yang paling belakang dari rombongan konvoi. Saat akan mulai berangkat saya mengetahui kalau om Wike belum selesai dari kamar kecil sehingga akhirnya saya menunggu sampai semua selesai.

Peserta yang lain sudah jalan duluan, tinggal kami berdua mengejar ketertinggalan kami. Masuk ke kota bengkulu kendaraan makin ramai dan sangat susah menyalip kendaraan lain. Akan tetapi om Wike tetap mengemudikan mobilnya dengan kencang. Entah mengapa dan saya dibelakang dengan setia zig zag menyalip kendaraan lain. Beberapa kali saya melihat di SPBU yang kami lewati, ada  kendaraan peserta rombongan kami mengantri disana. Akan tetapi om Wike tetap melaju kencang. Akhirnya penunjuk bbm di mobil saya berada di posisi empty sehingga mau tidak mau saya harus masuk ke SPBU.

Sampai menemukan sebuah SPBU di tengah kota Bengkulu yang saya tidak tahu itu dimana, yang penting antriannya tidak terlalu panjang. Saya mengarahkan laju mobil ke dalam SPBU untuk mengisi penuh tangki bahan bakar mobil.

Tidak lama kemudian kita sampai di hotel tempat kami menginap. Saya melihat om Arief sudah  berbelanja di minimarket didepan hotel. Om Arief termasuk grup yang duluan sampai akibat mengikuti om Jendra.
Berenang dulu
Sebagian besar RTS semua
Ternyata ada 11 keluarga yang menginap dihotel ini. Pantas saja ini hotel sudah seperti milik sendiri. Mau belanja ketemu anggota RTS, mau sarapan isinya RTS semua. Mau berenang ketemu dia lagi. Kata staff hotel kemungkinan baru besok biasanya pemudik akan ramai. Kami masih bisa dengan santai menginap disini. Memang di Bengkulu kami tidak satu hotel, karena para peserta boleh memilih hotel yang diinginkan. Asalkan nantinya bisa bergabung saat akan berangkat menuju kampung halaman. Kalau telat ya ditinggal.

Berhubung harga kamar lumayan mahal. Akhirnya kami memanfaatkan waktu kami disini sampai habis baru check out hahaha. Sekitar jam 11 siang kami baru keluar dari hotel ini. Eitsss itu belum langsung jalan menuju kampung tapi jalan-jalan di kota Bengkulu dahulu. Minimal ada satu tempat yang mesti dikunjungi sebelum kami berangkat. Akhirnya diputuskan kalau benteng Fort Marlborough menjadi tempat singgah terakhir sebelum meninggalkan bengkulu. Soalnya istirahat dikamarnya kelamaan. Om Ade sudah jalan-jalan ke rumah pengasingan Bung Karno. Om Andri dan om Zaki menunggu didekat Benteng.  Sedangkan om Heri sudah minta ijin untuk berpisah karena akan menyeberang ke lintas tengah menuju Dharmasraya.
Foto keluarga RTS

Foto Driver RTS
Sebelum meninggalkan hotel kami melakukan foto bersama dengan para anggota keluarga yang lain. Sungguh rame ternyata setelah saya melihat kami berfoto bersama.
Persiapan

Persiapan sebelum berangkat (thanks to om Anto)
Setelah itu kami mulai bergerak menuju benteng. Perjalanan menuju benteng kami melewati dalam kota sehingga perjalanan agak sedikit tersendat. Mungkin pemilihan jalur kami yang salah.
Menuju Benteng
Macet di kota Bengkulu
Ini dia foto  kendaraan kami
Kami sampai di benteng saat adzan zhuhur. Kami sampai disini tidak masuk kedalam Benteng tapi hanya berfoto-foto saja hehehe. Setelah melakukan foto bersama yang dipandu oleh fotografer RTS yaitu om Arief (maaf om udah capek jadi fotografer dan jarang keliatan di foto). Kami bergerak menuju Muko Muko.  Kami tidak melaksanakan ibadah di mesjid dekat benteng karena lokasi parkir yang tidak memungkinkan. Akhirnya kami bergerak ke arah luar kota dan nanti menunggu peserta yang menginap dihotel lain untuk bergabung.
Artis dangdut cabutan

Family and their car

Foto keluarga dulu
Kami menunggu di sebuah SPBU yang parkirannya luas sekali. Didaerah Lais, saya heran ada SPBU sebelum ini kecil tapi ramai sekali. Sedangkan SPBU ini bisa dibilang sepi dan luas. Apa karena ……. Ah sudahlah.  Disana akhirnya om Jendra, Om Ade dan om Eko bergabung. Om Eko sebenarnya hotel menginap sama dengan kita kita. Akan tetapi ban mobilnya sobek dan terpaksa mencari toko ban terlebih dahulu. Kami juga melaksanakan sholat zhuhur yang dijamak

Perjalanan akhirnya dipandu oleh om Eko dan om Jendra sebagai penyiar radio yang menyebarkan informasi ke seluruh anggota. Jalanan di daerah Lais masih mulus dan licin. Tidak berapa lama om Andri juga ikut bergabung bersama kami. Mulai kami menjalani Etape menuju Muko-Muko.

Nah didaerah Penampung ada pertigaan yang akan selalu diingat oleh om Eko karena disini beliau mengambil jalur yang salah menuju Ketahun. Dia mengambil jalur lurus yang jalannya rusak parah dan jarang dilalui oleh pengemudi. Oleh karena om Eko pernah lewat jadi kami di persimpangan ini berbelok kekakan. Memang jalurnya sedikit jauh akan tetapi jalanya mulus dan enak buat dilahap ealah emang makanan.

Akibat terpisah dari rombongan om Zaki lah yang menjadi korban kali ini. Dia dan dua kendaraan lainnya menyusuri jalan yang jelek ini sampai gasruk-gasruk. Sungguh malan nian nasibmu om Zaki.
Istirahat sekalin beli makan siang dan sore
Kami sampai di perempatan Ketahun sekitar Jam 4 sore. Menurut informasi om Eko kalau nantinya akan susah rumah makan jadi kami membeli makanan di sebuah rumah makan di dekat persimpangan. Si pekerja di rumah makan langsung stresss didatangi oleh 16 keluarga sekaligus. Memang sih kami tidak akan makan disana. Semua keluarga bungkus untuk dimakan dijalan.  Butuh waktu 1 jam kami berbelanja disana. Nah disini om Ade HT nya sudah mati sehingga tidak mendengar kalau kami akan berhenti untuk berbeli makan siang menjelang sore disini. Om Ade langsung jalan tanpa melihat kami berhenti.

Selesai berbelanja kami langsung meneruskan perjalanan kami yang ternyata masih jauh huhuhuhu…. Om Eko dan om Jendra dengan setia memandu kami yang nubi ini. Mereka adalah pasangan yang serasi hehehe. Mulai dair Simpang Ampek Ketahun ini kami melewati perkebungan karet yang jalannya super cakep. Biar gambar yang mejelaskan. Kalau saya saja yang bercerita nanti dibilang hoax.
Sunset 
Versi terang
Kami juga melewati sebuah pantai yang saat sore sangat banyak sekali  anak muda berkeliaran dengan motor. Sungguh ruame banget banget. Tentu saja kami tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan momen ini. Deretan mobil yang ditemani cahaya matahari yang mulai redup. Kadang rangkaian konvoi kami sedikit tersendat dengan adanya para pengendara motor ini. Berhubung jalannya cukup lebar maka dengan mudah kami menyalipnya.

Ditengah jalan kami juga diikuti oleh pengendara motor yang menyelinap didalam rangkaian konvoi. Motor dengan merk India dengan setia terus mengikuti rangkaian konvoi. Motor dengan gaya full turing dan dilengkapi action camera di helm menandakan si pengendara ingin mereka semua kejadian di perjalanan. Sampai akhirnya kami beristirahat di sebuah SPBU yang sudah tutup di daerah Ipuh. Seperti yang telah saya utarakan sebelumnya banyak SPBU di jalur Lintas Barat ini yang bekerja hanya di jam kerja kantoran jadi magrib sudah tutup. Mumpung tutup kami bisa parkir seenaknya di SPBU ini.  Si pengendara motor juga berhenti dan kami  berbincang sejenak sebelum melaksanakan ibadah sholat magrib, sedangkan si pengendara motor tetap melanjutkan perjalanan.

Setelah ijin ke pengelola untuk melaksakan kewajiban kami untuk sholat disini. Disini kami berhenti lumayan lama hampir satu jam. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Muko-Muko. Menuju Muko-muko kami berjalan santai dan menjaga jarak antar kendaraan. Kalau jalan kosong kendaraan bisa dipacu dan kalau ramai kecepatan dikurangi. Kondisi jalan relatif mulus dan jarang ada jebakan betmen.

Sekitar jam 10 malam kami akhirnya sampai di kota Muko-muko dan bertemu dengan om Zaki yang telah menunggu di sebuah rumah makan yang mirip denga rumah makan di Lampung yaitu rumah makan Begadang 1. Kami disini berhenti Full team ada 19 kendaraan parkir disini dan langsung penuh parkiran. Sebagian ada yang parkir di luar, dibahu jalan. Untung sudah jam 10 malam jadi kendaraan sudah berkurang banyak.

Disini peserta banyak yang makan malam dan ada juga yang bungkus untuk dimakan di mobil. Saya sendiri hanya memesan segelas teh  telor untuk penambah stamina. Bunda membungkus makanan disini untik dimakan saat sahur nanti.  Rumah makan yang tadinya sepi langsung full. Ada juga yang memesan  kopi telor. Ini pertama kali saya mendengar minuman ini. Akibat full nya rumah makan ini saya mesti menunggu beberapa lama untuk mendapatkan minuman pesanan saya.

Dirumah makan ini mengalami mati lampu beberapa kali. Ditengah keadaan mati lampu, bunda menarik saya keluar rumah makan dan menyuruh saya melihat kelangit. Dia menjelaskan kepada saya akan nama-nama benda langit. inilah pertama kali saya bisa melihat banyak benda langit dengan mata telanjang. Bahkan saya bisa melihat galaksi bima sakti (kalau ga salah sih). Sungguh besar rahmat Allah.

Perjalan kemudian kami lanjutkan sekitar jam 11 malam. Diradio om Jendra menerima sapaan dari sesama pemakai radio lokal. Hanya om Jendra saja yang bisa mendengar dan kami hanya bisa mendengar om Jendra berbicara sendir. By the way,  Mr. X. terima kasih untuk informasi yang telah diberikan oleh Mr. X kepada om Jendra.

Om Eko dan om Jendra didepan menambah kecepatan menyaimgi mobil travel yang berlari kencang . Kami yang dibelakang ngos ngosan mengikuti. Dikecepatan tinggi tinggal memperhatikan disekeliling kita kadang ada gerombolan sapi yang nongkrong dipinggir jalan. Kalau siang kita harus ekstra hati hati dengan manusia kalau malam masih ada sapi yang membuat kita ekstra waspada.

Bunda bukan memperhatikan jalan, tapi lebih asik dengan melihat benda-benda langit yang sangat jelas terlihat di langit Sumatra yang bersih. Kebetulan sat itu kami melewati jalan yang lumayan gelap.

Kami melewati Tapan ditengah malam. Ditengah perjalanan ternyata ada satu kendaaan yang menyusup dirombongan. Kami menambah kecepatan dia ikut juga. Padahal ini mobil  SUV rakitan Jepang ini diatas rata rata mobil peserta mudik bareng. Tinggal pencet gas sedikit mobil kami semua langsung dikentutin eh tapi mobil ini setia mengikuti kami bahkan sampai kami masuk disebuah SPBU untuk beristirahat sejenak. Ternyata ini mobil memang mencari teman untuk konvoi.  Di SPBU ini kami rehat sejenak sambil diambil gambar oleh om Arief untuk dijadikan video.

Kurang lebih kami berehat 15 menit dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju kota Painan. Saya sempat terputus dari rombongan dan sewaktu mengejar rombongan, saya melihat mobil om Audit masuk ke rumah makan dan kebutulan sekali banyak mobil lainnya. Saya pikir semua masuk rumah makan tersebut ternyata saya salah. Hanya om Audit yang masuk kesana akibat mengantuk. Akhirnya saya meneruskan perjalanan bersama om Wike dan om Ade yang juga berpikiran sama. Kami meninggalkan om Audit disana yang sepertinya di dera kantuk berat.

Akhirnya kami berhasil mengejar rombongan yamg sedang berehat disebelum masuk kota Painan. Karena saat itu semua anggota akan melaksanakan sahur. Kami beristirahat sembari sahur dan disinilah kami mulai berpisah. Karena ada yang menuju Padang, Bukittingi, Payakumbuh dan bahkan Medan. Anggota yang menuju padang dan lain sebagainya jalan duluan. Soalnya akan ada juga yang akan jalan menuju pulau Mandeh untuk menikmati liburan sebelum lebaran. Sudah menjadi rahasia umum kalau pada saat lebaran semua area rekreasi akan penuh dengan pengunjung jadi lebih baik jalan sebelum lebaran. Keluarga yang menuju pulau melaksanakan sholat dahulu di sebuah mesjid di sebelum masuk Painan.
Painan menjelang pagi

Sinar mentari sudah malu malu tampak
Perjalanan menuju painan juga harus mendaki dan menurun dengan lebar jalan yang hanya cukup untuk dua kendaraan saja. Kami melewati pinggir pantai saat hari sudah beranjak mulai terang. Sungguh indah pemandangan Sumatra barat. Seandainya parawisata di propinsi ini di tangani dengan serius, saya yakin kalau kampung halaman saya tidak kalah dengan Bali.

Melewati Painan menuju penyebrangan kapal. Kami kembali melewati daerah perbukitan. Untuk cerita jalan jalan ke pulau akan kami ceritakan di postingan saya yang lain.Kami kembali mendarat setelah seharian berjalan jalan menuju pulau pulau kecil disekitar painan yang indah.

Perjalanan menuju Padang sudah lumayan ramai kendaraan karena sudah banyak kendaraan yang lalu lalang. Saat itu hari sudah sore selepas kami pulang dari pulau. Dijalan kami melihat penjual durian, kami berhenti untuk menawar durian tersebut. Penjual menawarkan durian 750rb untuk 13 buah durian yang tidak rata besar nya. Ditawar 350rb si penjual tidak mau akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Padang. Om Wike akan sowan ke rumah saudara di daerah Gaung dan om Rio akan balik kerumah.

Tinggal saya sendiri yang akan melanjutkan perjalanan menuju Bukittinggi. Awalnya saya ingin singgah sebentar di kota Padang. Akan tetapi dengan semrawutnya lalu lintas kota Padang akhirnya saya mengurungkan niat saya dan balik kembali menuju jalan bypass.

Hari sudah menunjukan jam 5 sore. Kami tetap jalan menuju kampung halaman. Kami melewati Lubuk Alung dan belok kiri di Sicincin menuju Malalak. Ini adalah jalur favorit saya untuk menuju Bukittinggi. Selain jalan mulus dan sepi. Pemandangan disini juga indah. Kurangnya hanya tidak ada air terjun.
Photo dulu sebelum sampe rumah

Dengan gaya 

Indahnya  malalak
Bunda membeli minuman dan cemilan untuk kami berbuka. Hanya saya dan bunda yang berpuasa kali ini.  Diperjalan sempat beberapa kali kami memutuskan untuk membuka jendela mobil untuk menikmati segarnya udara pegunungan. Sampai di suatu kelokan kami berhenti untuk sesi foto. Sekalian saatnya berbuka puasa.

Perjalanan menuju Bukittinggi bisa dilalui dengan lancar. Sebelum menuju rumah kami kembali berhenti untuk makan malam. Pilihan kami kali ini adalah sate pariaman. Sate ini sudah masuk dalam incaran saya dalam beberapa tahun belakangan dan baru kali ini kesampaian.

Secara umum sate rasanya biasa saja. Saya lebih suka sate Bukittingi yang rasanya pedas manis. Pedas di kuah dan manis di dagingnya.

Selesai makan kami beranjak menuju rumah dan akhirnya kami sampai di rumah pada jam 8 malam. Akhirnya sampai juga kami di kampung halaman setelah 4 hari 4 malam meninggalkan tanah Jawa. Sebuah perjalanan mudik yang sangat sangat panjang dan menyenangkan. Rekan rekan seperjalanan yang menyenangkan dan pemandangan sepanjang jalan yang sangat indah membuat perjalanan panjang ini berasa menyenangkan. Tinggal mengembalikan stamina yang lumayan lama. Sampai jumpa di cerita mudik saya dan keluarga di tahun depan. Insya Allah.....

Closing Testimoni:
Terima kasih buat kebersamaan yang telah kita jalani selama mudik tahun ini. It was a great experience for me and my family.... See you in next year trip in another chapter.

Additional:
Millions of thanks for all support me with picture and movie. Without you this post will be nothing special.

To My Fams:
We could make it more....... in the future.....Thank and love you all. Bunda, Azra dan Nabil. Love kiss and hug.


You Might Also Like

13 komentar

  1. Alhamdulillah Om Sonny. Cerita yang bagus, perjalanan yang menyenangkan. InsyaAllah bisa terulang lagi dimudik berikutnya. Semoga RTS semakin kompak sebagai sebuah keluarga besar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Alhamdulillah om Ade.... Mungkin kedepan kita lebih mengutamakan kebersamaan sebagai keluarga daripada jumlah. Mudik bagi saya adalah kebersamaan dalam menjalani perjalanan menuju kampung. Karena silahturahmi dengan keluarga dikampung sudah pasti tapi kita juga perlu penyegaran selama perjalanan. Kalau hanya cepat sampai dirumah mending naik pesawat tapi mahal hahahaha.

      Hapus
  2. Roger roger, thank tulisannya Om sonny

    BalasHapus
  3. tiap hr mantau akhirnya nongol jg.....keren om Sonny walau saya yakin banyak sebenarnya yg mau ditulis hehee...pastinya selalu bikin ngiler n iri klo liat pemudik dr jawa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan lupa kunjungannya ke arus balik ya om hehehehe.

      Hapus
  4. mantap mantap mantap euy ceritanya!!!! sayang saya tidak menjadi bagian dari cerita diatas!!! ya sudah lah yang penting bisa pulang nganterin istri dengan sambil menikmati perjalanan lintas tengah! dan juga kembali ke bogor dengan selamat!! kayanya ngangenin terus nih cerita mudiknya om Sony!! siap siap ngulang terus buka blogsnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal sudah pengen juga barengan om Yoyo tapi takdir berkata lain.... Insya Allah lain kali kkita ulang om....

      Hapus
  5. ...
    Ceritanya keren mas bro.
    Di sini cuman berandai andai hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. nsyaAllah kedepan bisa terwujud.... Semua impiannya... Aaamiiin

      Hapus

Like us on Facebook

Flickr Images