Arus Balik edisi sendiri Bukittingi-Bekasi (Regu Pembuka RTS 2017)
12:23:00 AM
Waktu liburan telah usai.
Sekarang waktunya kami untuk kembali ke tanah rantau. Untuk Lebaran kali ini
kami tergolong pendek waktu liburan yang kami ambil. Kami berangkat dari Jakarta
Bekasi tangal 16 Juni 2017.
Seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri dan balik tanggal 28 Juni 2017, semua ini
dikarenakan saya yang mesti kembali berangkat ke negeri orang pada tanggal 2
Juli 2017. Saya takut kalau nantinya di Pelabuhan Bakauheni terjadi kemacetan
dan kepadatan arus balik yang bisa membuat sport
jantung. Akhirnya diputuskan kalau kami berangkat dari tanah kampung
halaman lebih cepat dari yang seharusnya.
Tanggal 28 Juni, kami mulai
berbenah untuk melakukan perjalanan panjang. Kali ini nenek tidak ikut bersama
kami, dikarenakan kondisi beliau yang sudah tidak bisa melakukan perjalanan
darat lagi. Kami berempat akan melakukan
perjalanan bersama. Saya, bunda, kakak dan Nabil akan mulai melakukan
perjalanan pada malam hari. Saya merencanakan untuk berangkat meninggalkan
rumah pada jam 20.30 malam hari dengan tujuan nantinya saya akan singgah
sebentar di kedai teman didaerah dan
kedai kopi orang tuanya om Werry sebelum kami memulai perjalanan kami.
Saya dengan malas-malasan memulai
berbenah barang yang akan diangkut. Sebelum itu kami bersilahturahmi ke rumah
kakak kandung bunda dan sekalian berziarah ke makam Inyiak Nabil dan Azra.
Padahal dirumah bunda belum memulai aksi bebenahnya. Sedangkan saya kumat malasnya.
Ditambah lagi hari saat itu hujan dengan deras, membuat saya makin malas untuk
bergerak, tapi mau ga mau semua harus
dilakukan.
Setelah semua barang dirapikan,
saya belum bisa memasukkan kedalam mobil, karena cuaca masih belum bersahabat.
Hujan masih terus dengan setia mengguyur kota Bukittingi sampai malam hari.
Akhirnya dengan berbasah-basah ria saya memulai memasukkan barang kedalam
mobil. Air mulai membasahi baju saya tapi saya terus memasukkan barang kedalam
mobil dan kedalam Roofbox.
Jam 21.00 malam akhirnya semua
barang telah dimasukkan kedalam mobil dan saya meminta bunda untuk mengganti
baju, karena kami akan segera berangkat. Nabil masih semangat dengan kehadiran
sepupunya, sedangkan si kakak udah mengikuti jam biologisnya. Yang tidur tepat
waktu walau apapun yang terjadi.
Untuk jalur balik ke pulau Jawa,
sebenarnya saya agak galau mengambil yang mana. Antara jaur lintas Timur dan lintas
Tengah. Untuk sementara jalur Lintas Barat belum masuk kedalam perhitungan. Mungkin suatu saat nanti saya akan
mencobanya. Setelah musyawarah dan mufakat antara pemilik modal dan CEO mudik
2017 yaitu Bunda, saya sendiri, Azra dan Nabil sebagai Ketua Mudik 2017
akhirnya kami memilih Jalur Lintas Tengah. Ada beberapa alasan yang kami
perhitungkan antara lain ; informasi dari rekan mudik yang telah melewati
lintas Timur, pengalaman kami melintasi jalur timur tahun lalu, serta kami
lebih familiar dengan jalur lintas tengah dibanding Timur.
Untuk jalur lintas Timur mungkin
lebih cocok untuk yang baru pertama melewati jalur lintas Sumatra. Jalannya
yang lumayan lebar, konturnya tidak separah jalur lintas tengah. Akan tetapi
hal itu juga diikuti dengan kekurangan yaitu pemandangan yang monoton dan tempat
beristirahat yang kurang dibanding lintas tengah Sumatra. Faktor yang utama
adalah masih banyaknya truk yang mulai beroperasi.
Hujan akhirnya tetap dengan setia
mengiringi keberangkatan kami meninggalkan rumah di kampung. Dengan formasi
ideal akhirnya kami berangkat menuju tanah rantau di pulau jawa. Sanak saudara
dikampung akhirnya melepas kepergian kami. hiks....
Saya ingin langsung menuju ke
Baso, dan tembus ke Batu Sangkar. Informasi yang saya dapat dari teman dan juga
Gmap. Kalau jalur Bukittinggi –
Payakumbuh macet. Dari Gmap juga
hasilnya merah semua dan merahnya itu sudah cenderung gelap. Aduh….. ini gimana
nih. Saya mencari jalur alternatif
untuk keluar dekat dengan Simpang Baso.
Akhirnya saya menemukan dan membuat jalur di Gmap agar keluar dekat dengan Simpang Baso. Jalur yang pertama kali
saya ambil. Alhamdulillah signal
internet di HP lancar jaya, walau mahalnya muahalnya amit-amit….
Menjelang persimpangan ke Jalan
Raya Bukittinggi – Payakumbuh ternyata
lalu lintas sudah tidak bergerak. Bakalan lama sampai di warung kopinya om Werry nih. Perlahan akhirnya kami keluar dari jalan
kecil menuju jalan utama. Kedua arah jalan Bukittinggi- Payakumbuh ternyata
sudah tidak bergerak. Alhamdulillah,
perlahan-lahan jalan menuju Payakumbuh bergerak pelan namun pasti (lebih banyak
diam sih).
Saya terpaksa membatalkan
kunjungan ke warung teman kuliah saya dulu, dikarenakan tidak memungkinkan untuk singgah
dijalanan yang super macetnya. Kami bisa masuk ke simpang Baso-Batusangkar
setelah bermacet ria dengan jalan 30 menit untuk menempuh 500 meter. Saya
langsung tancap gas karena dari tadi om Werry sudah menelpon dan bertanya di Whatsapp. Kondisi jalanan yang basah
tidak bisa membuat saya memacu kendaraan dengan maksimal. Ditambah lagi kalau
jalanan yang berkelok-kelok.
Jalanan yang lurus dan naik turun
adalah penanda kalau kami sudah mendekati kota Batusangkar. Kami sampai juga di
warung yang dituju pada jam 23.00 lewat. om werry, om Herry dan om Fendy
ternyata masih setia menunggu saya yang sangat-sangat molor (Anggota Road To Sumatra). Maafkan kami ya om.
Setelah memarkirkan kendaraan saya langsung menyeberang menuju duduknya 3 Trio Libels
diluar warung. Kami langsung hanyut berdiskusi sembari meminum kopi kawa
suguhan dari orang tua om Werry. Om Werry langsung menuju ke mobil untuk
memberikan gorengan hangat kepada keluarga saya di mobil. Sebenarnya anak om
Werry menunggu Nabil, karena kami terlalu telat akhirnya dia sudah tidur.
Tepat jam 24.00 saya ijin pamit,
untuk memulai perjalan balik ke pulau Jawa. Ternyata om Fendy dan Om Herry juga
langsung membubarkan diri juga. Saya
meminta bunda untuk mengatur tujuan berikutnya adalah jalan lintas Sumatra di Handphone, karena GPS kami sedang bermasalah kalau sudah masuk
daerah ini.
Menjelang masuk kedalam kota
Batusangkar, saya salah mengambil jalur. Padahal memang diarahkan kesini akan
tetapi feeling saya berkata lain
soalnya ga pernah lewat sana. Saya memutar kendaraan dijalan yang sudah sepi.
Setelah melewati kota Batisangkar ternyata di GPS ada jalur yang saya ambil
pada saya Mudik kemaren.
Sekarang saya hanya mengikuti
jalur yang saya ambil kemarin. Jalanan
yang berkelok dan kecil membuat mata ini terus terbuka, lawan yang jarang dari
depan membuat saya menikmati perjalanan ini. Satu kadang yang membuat saya
terkejut adalah air yang tergenang dijalan yang membuat laju kendaraan saa
langsung melambat drastis. Air juga terciprat tinggi sekali. Beberapa kali saya
terjebak kedalam jalur ini. Di tengah perjalanan kendaraan saya beberapa kali
tehambat olehnya da juga ada juga longsor. Pohon tumbang juga menambah
kemeriahan acara balik saya. Saya sempat berpikir balik arah , akan tetapi
pemuda setempat dengan sigap memotong pohon tumbang dengan meminta imbalan
seiklasnya tentunya.
Disaat saya menungu pohon yang
tumbang di bersihkan, pengemudi didepan saya mengajak kami berkonvoi untuk
balik ke Jawa. Saya mengiyakan ajakan
tersebut. Kemudian kami beriringan menuju jalur utama Lintas Sumatra. Yang
mengajak saya jalan bareng saya memberikan saya jalan untuk didepan. Wah ini
orang salah lagi nih. Sesudah itu dua kali saya harus berhenti untuk menungu,
karena rekan konvoi tertinggal dibelakang.
Setelah masuk ke lintas Sumatra
kemudian, saya memacu kendaraan. Si rekan konvoi masih bisa mengimbangi saya.
Akhirnya saya kembali menunggu sewaktu saya masuk kedalam SPBU untuk mengisi
bahan bakar . Ajaibnya ternyata bahan bakar disana tidak ada menyediakan Pertamax,
akhirnya saya keluar dari SPBU. Saya sejak itu tidak melihat si rekan konvoi lagi.
Beberapa SPBU yang saya masuki
kondisinya hampir setali tiga uang, kondisi bahan bakar di tangki sudah sangat
mengkhawatirkan. Dibawah garis ¼ tangki dan menjelang hidup itu tanda bahan
bakar sekarat. Pikiran di otak sudah bekecamuk macam-macam. Mulai tidur di
mobil sebelum bahan bakar datang dan menginap di SPBU. Saya terus membawa mobil dibawah guyuran hujan yang
rata membasahi bumi Sumatra Barat. Baru kali ini saya mendapatan masalah seperti ini. Biasanya tahun-tahun lalu bahan bakar selalu tersedia dimana saya berhenti.
Sampai disuatu SPBU yang berada
di daerah Dhamasraya akhirnya saya berhasilnya menemukan Pertamax dan hanya
bahan bakar jenis ini saja yang tesedia disini.
Kelangkaan bahan bakar di jalur
Lintas Sumatra memang sudah saya dapati dari beberapa anggota mudik bareng kami
seaktu menuju kampung halaman. Saya berpikir kalau itu hanya masalah sesaat dan
nantinya akan ada pemecahan masalah dari pemerintah. Tetapi saya salah.
Saya langsung mengisi penuh bahan bakar di
mobil, akan tetapi perut saya yang kepenuhan juga minta dibuang. Sakit
pencernaan akibat makan cabe ijo masih
terus saya alami 3 tahun berturut-turut.
Perut ini sangat lega sekali
setelah dibongkar, kamipun melanjutkan perjalan menembus gelapnya malam. Saat
itu masih jarang para pemudik yang balik ke tanah Jawa. Sering terlihat
kendaraan yang masih mengarah kearah Sumatra Barat. Lebih banyak yang masih
kearah mudik malah, eh malah kami sudah balik huhuhuhuhu.
Saya memacu kendaraan ini lumayan
kencang akan tetapi saya tetap berhati-hati dengan kondisi jalanan yang kadang
berlobang atau tidak rata. Setelah beberapa kali, akhirnya saya mengikuti dua
kendaraan yang saling memacu kendaraan mereka dengan kecepatan tinggi. Lumayan
sebagai penunjuk jalan.
Rumah makan Umega kami lewati pada
jam 03.30 pagi, padahal saya kemarin ingin membeli nasi bungkus disini. Kami
terus melanjutkan perjalan menuju Muara Bungo. Kondisi jalan masih belum ada
perubahan. Kewaspadaan terus tetapi di jaga. Selepas Muaro Bungo jalanan sudah bagus sehingga kendaraan bisa dipacu lebih kencang lagi.
Kami melaksanakan sholat shubuh
di sebuah mesjid yang berada di pinggir jalan Jalur Lintas Sumatra. Lahan
parkir yang luas membuat saya memilih mesjid ini untuk melaksanakan ibadah wajib
di pagi hari. Setelah sholat ternyata perut ini masih belum beres, kembali saya
menyetor di kamar mandi di mesjid ini. Sudah dua kali perut ini memaksa saya
harus masuk ke kamar kecil. Untung saja kamar kecil di mesjid ini cukup bersih
dan air tersedia dengan melimpah.
Pada jam 06.00 pagi kami
sekeluarga telah sampai di kota Bangko, karena masih pagi kami masih tancap gas
menuju kota Sorulangun yang berjarak 1 jam perjalanan dari
Bangko-Sorolangun-Lubuk Linggau. Jalur yang lurus, bagus dan kondisi lalu lintas yang masih sepi
membuat saya semangat memacu kendaraan.
Setelah melewati kota Sorulangun,
kami sampai di kota Lubuk Linggau pada jam 08.30 pagi. Tujuan utama bunda
melewati kota ini agak siang agar bisa mencicipi pempek idamannya yaitu Pempek
Familidin. Tahun lalu bunda gagal mencicipi pempeknya ini.
Ternyata pempek ini sudah agak
mahal dibanding beberapa tahun lalu yang kami coba. Padahal kami sudah
mengiklankan kalau pempek ini murah, ternyata itu sudah tidak berlaku lagi (Ya
iya lah udah beberapa tahun harga tentu saja naik, orang di Jakarta saja
property setiap senin naiknya).
Panggilan alam kembali memanggil
saya, kembali saya menuju kekamar kecil. Masih belum beres perut ini ternyata.
Akan tetapi untungnya masih bisa menunggu sampai di tempat istirahat. Nah perut
yang tidak bisa kompromi yang saya takutkan.
Masuk kota Lubuk Linggau |
Akhirnya ditemukan juga yang dicari Bunda |
Kami memesan pempek untuk Nabil
dan Azra sedangkan saya memesan Tekwan dan juga bunda (model belum tersedia).
Harga sepotong pempek ini adalah 3 ribu rupiah dan tekwan sepiringnya dihargai
10 ribu rupiah. Untuk rasa pempek memang lumayan enak sepeti biasa, sedangkan
untuk kuah tekwannya kami rasa masih kalah dengan kuah tekwan di Baturaja.
Perjalanan menuju Lahat |
Kami melanjut perjalanan untuk
menuju Kota Lahat. Perjalanan menuju kota lahat ini melewati jalanan yang
berkelok-kelok, naik turun bukit, dan jalanan cenderung kecil sehingga susah
untuk melewati lawan. Alhamdulillah didaerah ini kondisi jalannya tidak benyak
perubahan dari tahun ke tahun. Masih tetap bagus tidak seperti simpang Meo.
Kondisi jalan masih bagus |
Jalur lingkar kota Lahat |
Pada jam 12 lewat kami telah
melewati kota lahat. Saya memilih untuk melewati jalur lingkar dan tidak
melewati Lahat. Saya lebih memilih jalur yang sedikit jauh dari berspekulasi
tentang kemacetan di kota Lahat.
Jalur lingkar Lahat yang saya lewati ternyata hampir 80
persen sudah mulus, padahal kemarin waktu kami konvoi balik masih banyak dalam
tahap pengaspalan ulang. Hanya sedikit tersisa jalan yang masih dalam kondisi
rusak atau tidak rata.
Tidak lama kemudian kami sampai
juga di ruma makan langganan kami untuk makan siang yaitu rumah makan Telaga
Biru. Patokannya tidak sulit kalau sudah melihat gunung Jempol berarti rumah
maka ini sudah dekat. Rumah makan yang berada agak menjorok kedalam ini
berkoloborasi dengan SPBU yang sepi. Padahal SPBU ini di jalur lintas Sumatra.
Berarti ada yang salah dengan SPBU ini.
Kami di rumah makan ini hanya menumpang
makan saja tidak makan di dalam rumah makan ini hehehe. Para pemudik bayak sekali saat itu akan tetapi masih ada
lokasi parkir yang kami tempati.
Selepas saya meregangkan otot
yang penat selama 3 jam berkendara, saya dan Nabil menuju kamr kecil yang
berada didalam rumah makan dan kemudian melaksanakan sholat di Musholla di
sebelah rumah maka. Kondisi cuaca di lahat saat itu sangat terik. Setelah itu
bunda dan Kakak bergantian ke kamar kecil dan juga sholat sementara saya makan
siang dari menu yang kami bawa dari kampung. Menu yang kami bawa kali ini
adalah cincang daging dengan sayur rebung. Nikmatnya tiada tara.
Hasil Jepratan Nabil |
Kondisi jalan di sepanjang
perjalanan menuju Baturaja lumayan bagus kalau tidak mau dibilang jelek. Jalan
yang sudah ditambal kini sudah mulai berlubang kembali. Tidak disarankan untuk
memacu kendaraan kencang-kencang disini kalau tidak mau kendaraannya menghantam
lobang. Jalanan yang dulu lubangnya
dalam dan ditambal tinggi seperti gundukan. Kita harus piawai dalam mengikuti
gerak kendaraan didepan kalau terlalu rapat. Penderitaan ini akan berakhir
seiring dengan sampainya kita di kota Baturaja.
Dalam perjalanan kita bisa
melihat banyaknya orang yang menjual buah Durian dan Duku sedangkan menjelang masuk
kota Baturaja penjual Duku yang merajai samping kiri dan kanan jalan.
Sesampai di Baturaja kami
langsung menuju hotel tujuan kami yaitu hotel Bukit Indah Lestari. Bunda langsung mengambil tugas untuk melakukan reservasi. Sedangkan saya langsung keluar dari
mobil untuk merenggangkan badan. Bunda mengambil kamar yang biasa kami ambil di
hotel itu. Kamar yang langsung bisa memarkirkan mobil didepan kamar.
Setelah menurunkan barang yang
perlu diturunkan, kami semua bergantian untuk mandi menyegarkan diri setelah
seharian berkendara. Bunda langsung ingin mencicipi pempek Baturaja incarannya.
Kami pernah menikmati pempek murah meriah arah kota Baturaja. Kami berempat
menuju tujuan yang dimaksud. Berhubung itu sudah dua tahun yang lalu, kami
sedikit tersesat akhirnya kami sedikit berputar-putar di kota Baturaja.
Tekwan Baturaja di Pasar Atas |
Namun malang tidak dapat ditolak,
penjual yang kami cari tutup entah tutup karena hari raya atau karena memang
sudah tidah laku. Bunda masih keukeh kalau penjual pempek yang dimaksud bukan disana. Akhirnya kami mencari penjual pempek yang lain. Beberapa toko pempek
yag kami datangi ternyata habis dagangannya.
Kami diberitahu kalau banyak yang
menjual pempek di Pasar Atas, maka melucurlah kami kesana dengan bermodalkan
arahan om Gmap. Sesampainya ke
penjual pertama ternyata kami masih kurang beruntung, pempek juga masih habis.
Ternyata persaingan antar penjual disini begitu ketat. Kami bertanya kepada
penjual tadi dimana lagi yang menjual pempek dengan cepat dia menjawab tidak
tahu. Akhirnya bunda menyerah, kalau ketemu pempek saja beli kalau tidak ada makan nasi padang saja. Tidak jauh kami bergerak ternyata banyak kami temui penual
pempek lain. Sampai segitunya itu penjual pelit informasinya.
Kami memilih salah satu dari banyak penjual pempek dan rasanya memang tidak mengecewakan dan harganya tidak mahal. Semua pempek yang dihidangkan habis dalam sekejap. Kemudian setelah membayar semua, kami singgah sebentar ke Minimarket untuk membeli minuman untuk Nabil dan Azra. Kemudian kami segera balik ke hotel untuk beristirahat.
Nabil sudah siap tidur |
Keesokan paginya kami berangkat
meninggalkan hotel jam 7 pagi. Lebih pagi satu jam dari biasanya, dikarenakan
saya ingin menghindari kemacetan di Bandar Jaya. Perjalanan dari Baturaja ke
Martapura ditempuh dengan kecepatan rendah karena ingin enghindari lubang yang
dalam disana. Sempat sedikit salah ambil jalur di daerah Martapura , akan
tetapi akhirnya kembali kejalan yang benar.
Martapura – Bukit Kemuning – Kota Bumi – RajaBasa, disinilah kesabaran saya diuji. Baik itu oleh truk dan motor. Jalur ini pemotor lebih ketengah jalannya sehingga sangat berbahaya sekali. Kondisi jalan disini cenderung bagus walau ada kadang tambalan disana-sini. Kadang kita akan memacu kendaraan melewati kendaraan didepan eh si pemotor malah ikutan juga. Kadang ada juga yang zig zag menghindari jalan yang berelombang. Kadang saya harus memaksa itu motor supaya minggir. Bukan saya arogan tapi untuk ukuran motor yang hanya segitu dan lambat tidak perlu menutupin jalan dan menghambat perjalanan orang lain.
Ketika kami memulai perjalanan jalan masih sepi |
Sangat menyenangkan sekali melewati jalan ini |
Masih sepi |
Memasuki kota Bandar Jaya, yang
saya takutkan terjadi. Kemacetan di Pasar Bandar Jaya. Kendaraan dialihkan ke
jalan yang tidak ada petunjuknya. Setelah itu terserah anda. Seakan hanya ingin
membuang kemacetan saja. Sewaktu saya kembali ke jalan utama saya bertemu
dengan kendaraan lain yang ternyata jalan yang tadi dibuka sudah dibuka. Ini
rekayasa jalan yang tidak jelas.
Saya melihat kalau pasar Bandar
Jaya sudah dibuat gedung lantai dua. Wah bakalan bertambah macet lagi nih jalan
nantinya. Seharusnya ini pasar dipindah ke tempat yang masih lapang bukan
disini.
Kami terus melanjutkan perjalan
menuju Rajabasa. Kami sampai juga akhirnya di restoran langganan kami di jalan
Soekarno Hatta. Setelah melewati laron-laron motor dan juga truk. Kali ini saya
merasakan kalau pemudik motor sangat banyak sekali. Ini adalah restoran kami
sejak kami mudik beberapa tahun lalu. Kalau pas mudik kami selalu makan di
Restoran Umega Gunung Medan, kalau balik kami selalu makan di Restoran ini. Inyik
juga perna makan disini sewaktu beliau masih ada.
Saat kami sampai kondisi rumah
makan ramai dengan pembeli, wah ini tumben. Waktu kami pertama sampai disini,
ini restoran sepi-sepi saja. Sekarang mereka sedang ada pembangunan dibelakang.
Tidak lama kami dilayani dan kami mulai melahap menu yang disediakan. Menu
andalan di restoran ini adalah ayam popnya… Sampai Azra nambah ayam dua kali.
Sedangkan Nabil makan dengan berantakan. Alhamdulillah kedua anak kami sangat
suka sekali menu masakan Padang, Apalagi si Nabil yang sangat suka pedas.
Jam 1 siang kami melanjutkan
perjalan menuju Bakauheni. Perjalanan menuju Bakauheni tidak beda dengan
perjalan sebelumnya. Motor dan truk masih menjadi momok yang sedikit menghambat
perjalan. Ditambah bus yang berhenti sembarangan serta adanya jalan yang
mengecil. Saya memacu kendaraan jika ada kesempatan.
Tempat pembelian tiket Ferry di RM Begadang IV |
Loket pembayaran |
Tempat pengisiian formulir dan ada pegutas yang membantu juga |
Informasi Live dari Bakauheni |
Kondisi RM yang masih sepi dari arus balik |
Ini rumah makannya (kita ga masuk sih) |
Untuk balik saya membeli tiket
ferry di Begadang IV, saat itu sangat sepi sekali para pemudik yang
memanfaatkan fasilitas ini. Jadi sekarang kita diarahkan membeli tiket secara online, beda nama saja sih dari tahun lalu. Disini kita bisa
memantau kondisi pelabuhan Bakauheni dari tenda penjualan tiket.
Kita akan diminta KTP dan STNK oleh
petugasuntuk mengisi form pembelian tiket. Kita juga diminta untuk mengisi nama
dan jenis kelamin para penumpang. Setelah itu kita akan menunggu dipanggil
petugas kasir untuk melakukan pembayaran seharga 374rb dan selesai.
Makanan favorit saya lewat (sayang tidak beli) |
Bakauheni sudah terlihat hiks (selamat tinggal tanah Sumatra) |
Saya langsung mengarahkan kendaraan
ke Pelabuhan Bakauheni. Sekitar jam 16.00 sore kami sampai jua di Bakauheni.
Kami memantau kalau kapal Dhama Rucitra 1 bersandar di dermaga 3. Kami bergerak
kesana dan langsung diarahkan petugas. Alhamdulillah,
kami langsung masuk kedalam kapal tanpa menunggu lebih lama.
Langsung masuk ke lambung kapal |
Kendaraan mudik masih sepi |
Naik pakai eskalator |
Awalnya saya berpikir kalau
nantinya dilambung saya akan naik ke lantau dua. Tapi saya salah di
lambung jalan menuju atas mobil dimatikan
alias ditutup permanen dan hanya bisa masuk lewat atas. Tapi biarlah akhirnya
kami bisa mencoba naik kapal ini.
Ramainya penumpang dikapal (sepertinya yang tidak bawa mobil) |
Bangku sudah penuh |
Begitu juga yang lesehan |
Terpaksa kami lesehan di lorong |
Kami bergerak menuju ruang tunggu
penumpang. Untuk menuju kesana disediakan eskalator, lumayan mewah kapal ini
dari impresi saya. Disediakan juga tempat duduk dan juga ruang tidur. Berhubung
yang gratis sudah di buking semua
sama pemudik yang orngnya ga jelas kemaa terpaksalah kami lesehan dilantai
saja. Dikapal ini kami sedikit tertahan oleh bongkar muat kapal yang belum
selesai di Merak. Akhirnya kami menunggu sekitar 30 menit untuk sandar di
Merak. Nabil sudah bertanya-tanya kenapa kapal kita tidak jalan-jalan.
Selamat tinggal Sumatra |
Kapal berjalan pelan menuju tanah Jawa |
Kapal berhenti menunggu giliran sandar |
Artis panggung dangdut hehehe |
Kami mendarat di tanah Jawa sekitar jam 19.00 malam. Saya langsung memacu
si eneng menuju rumah nenek di Cilegon. Sudah ingin sekali badan ini
beristirahat. Tidak sampai lima belas menit akhirnya kami semua sampai dengan
selamat ke rumah Nenek.
Besok paginya kami semua
melanjutkan perjalanan menuju kediaman kami di Bekasi. Kami berangkat jam 08.30
pagi dan kondisi lalu lintas sudah ramai saat itu di kedua arah. Saya sedikit
memacu kendaraan menuju rumah kami, dibutuhkan waktu 1,5 jam perjalanan dari
Cilegon menuju Bekasi. Pada jam 10 pagi
sampai juga ke ruma kami tercinta. Alhamdulillah.
Petualangan yang menyenangkan
semoga masih bisa diulang pada tahun depan insya
Allah.
9 komentar
Assalamu'alaikum dan maaf lahir bathin Om Sonny, akhirnya keluar jg reptour mudik walaupun msh dijalur dan tujuan yg sama namun tetap puas dg tulisannya.... tulisannya naik borongan bacanya jg sekalian borong...heheee..
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusWa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh om Lenky. Maaf ini kelewat ternyata comment om dari radar saya. Maklum om nulisnya tergantung mood, kalau mood bagus sekalian nulis. Kalau mood jelek ga nulis bulanan malah.
Hapusvideonya gak ada ya om....yg versi dash-camnya
BalasHapusEnggak ada hehehe. soalnya tahun lalu ada saya buat tapi berhubung mmcnya terbatas jadi sering ketimpa videonya. jadi ga full trip dapetnya...
Hapuspermisi om..saya rencana mau mudik tahun ini ke bandung dri bukittinggi ini mudik pertama saya jalur darat menggunakan mobil pribadi dan nyupir sendiri..masukanya om enakan lewat lintas timur atau tengah?klo lewat timur kami rencana nginap di palembang..kira2 waktu yg tepat brkt dri bukittinggi jam brp ya om?
BalasHapusPilihan ada di tangan tante dan tergantung supir juga. Supirnya ada berapa orang. Kalau supir cuma sendiri dan supirnya masih seger mending ikuti cara saya.
HapusBegini, saya ceritakan berdasarkan pengalaman saya. Kalau jalur timur itu jalannya cenderung rata dan lebar…. Walau kadang ada juga jalannya yang jelek. Masalahnya sekarang sewaktu masuk ke Palembang akan menemui kemacetan (kalau beruntung sih ga macet). Ini bisa dihindari lewat jembatan musi 2 atau yang lain. Nah keluar Palembang juga akan mengalami kemacetan sampai kayuagung kalau jalan agak siangan. Kecuali jalan tolnya sudah beroperasi lumayan mempersingkat waktu.
Jalan dari Kayuagung menuju Bakauheni sih lebih lancar da lumayan bagus untuk yang pertama kali jalan darat. Tapi hati-hati mengatuk. Juga perlu diperhatikan truk yang jalan beriringan. Mereka kadang kalau disalip tidak memberi celah buat kita masuk diantara mereka. Sebaiknya menyalip mereka dijalanan lurus panjang
Nah kalau jalur tengah jalanya lebih menantang dan menarik menurut saya. Pemandangan lebih bervariasi dan tidak bikin ngantuk. Tapi jalanannya relative kecil Antara linggau sampai baturaja. Juga jelek jalannya (sebagian kecil sih tapi menyiksa hehehe). Jalan muaro bungo sampai linggau bisa dikebut tapi hati-hati lobang. Dijalur tengah lebih unggul dari segi tempat istirahat dan SPBU juga pemandangannya.
Untuk yang pertama kali jalan darat lebih baik jalur timur sih menurut saya (tapi saya dulu jalur tengah). Nah kalau jalan jam 10 malam dr Bukittingi akan sampai sore di Palembang berdasarkan pegalaman saya. Saya jalan 10 malam dr Bukittingi, istirahat dua jam di Gunung Medan (tidur kalau bisa). Subuh di Muara Bungo. Saya tidur 1 jam pagi hari jam 8an. Terus makan siang di Jambi sekitar 1 jam. Dan harusnya masuk Palembang jam 4-5 sore tapi berhubung macet saya masuk Palembang jam 7 malem.
Nah kalau dari Palembang kalau mau cepat jalan subuh. Saya kemaren dari palembag jam 4 pagi dan jam 4 sore sudah di Bekasi. Itu sudah dengan 1 kali istirahat. Nah itu gambaran saya tentang perjalanan Bukittinggi-Jakarta. Kalau sampai bandung silahkan tambah beberapa jam lagi tergantung kondisi jalanan yang ga bisa diprediksi hehehe.
hehehe ok om makasih atas pencerahanya dapet bayangan untuk mudik tahun ini. oh ya ok kapal yg besar biasa sandar di dermaga brp soalnya seru kalau dapet kapal yg gede
BalasHapusKapal kalau di Bakauheni. yang besar-besar di dermaga 1,2,3 dan 6. Tapi tidak menutup kemungkinan di dermaga tersebut akan masuk kapal kecil.
HapusNah kalau kita masuk ke Bakau kadang diarahkan sama petugasnya kita ga bisa milih. Sekarang ya untung-untungan....