Bakmi Jowo "Djowo" Jatikramat

1:52:00 PM

Sudah lama kami tidak makan diluar bersama berempat (dengan pasukan full team). Sampai suatu waktu tercetus ide untuk makan di sebuah rumah makan/ restoran yang ada dirumah kami (eh rumah kontrakan kami). Btw bedanya rumah makan ama restoran apaan yah? Apa hanya beda asal Bahasa? Ah sudah lah biarkan itu menjadi urusan pakar Bahasa Indonesia saja.
Lokasi https://goo.gl/maps/9VuHLRYRAFT2 (Thanks to Gmap)
Kami berangkat menuju lokasi rumah makan sekitar jam 5.30 sore dengan harapan lokasi yang kami kunjungi masih sepi, karena memang tempat makan yang akan kami kunjungi ini tempat makan yang lumayan ramai dikunjungi oleh pengunjung.

Lokasi rumah makan ini tepatnya disebelah sebuah supermarket yang ada lambang singanya. Didaerah Jatikramat. Memang lokasinya tidak memungkinkan untuk mobil parkir didepan rumah makan, akan tetapi terimah kasih kepada pihak supermarket yang menyediakan area parkir yang sangat luas hehehehe. Untuk motor bisa diparkir didepan rumah makan (masih ada lahan parkir, kalau sudah penuh bisa parkir di supermarket tadi).

Setelah memarkirkan mobil saya langsung menuju ke rumah makan tersebut. Saya membawa kedua anak saya, sedangkan bunda sudah duluan turun untuk reservasi tempat. Bunda turun dualuan karena kami melihat sudah banyak orang yang antri diluar rumah makan.
Pembeli yang setia menunggu makanan dimasak (take away)
Untuk menuju rumah makan ini anda cukup berjuang sedikit melewati pagar pendek yang ada di supermarket, yang memisahkan supermarket dan jalanan. Sesampainya kami disana ternyata tempat makan ini sudah buka dan kami langsung mengambil posisi di lesehan. Pemilik warung makan ini menyediakan beberapa meja makan yang pengunjungnya akan lesehan saat makan sedangkan sebagian besar meja adalah meja dan kursi makan biasa.

Saat kami datang yang memesan untuk makan ditempat hanya dua meja sedangkan yang lain untuk dibawa pulang. Para pengantri sudah muali memesan berdasarkan antrian kedatangan. Baru buka saja sudah antri memesan. Makanya saya sekarang jarang melihat tempat makan ini sepi dari pegunjung.
Pintu masuk

Lesehan dan kurusi
Bagian depan dari tepat makan yang mempunyai lebar sekitar 5 meter ini diisi oleh meja dan kursi, hanya bagian dalam saja disediakan lesehan untuk pengunjung (hanya sekitar 4 meja dan setiap meja bisa diisi 4 orang). Dibagian belakang ada tempat masak sang koki Bakmi dan bersebelahan dengan meja kasir. Sang koki dari pertama kali saya makan disini orangnya tidak berubah. Perubahan yang agak sedikit terjadi disini adalah tempatnya sedikit lebih besar.
Wilayah kekuasaan koki

Kasir
Dibelakang dari tempat kekuasaan sang koki adalah tempat pembuatan minuman. Disini juga dijual beberapa minuman tradisional asala jawa. Memang lokasi pembuatan minuman ini agak sedikit tertutup dari penglihatan pengunjung. Hanya gerobak masak koki saja yang terlihat oleh pengunjung. Jadi konsepnya tempat makan ini sudah seperti restauran yang kekinian yang para kokinya bisa dilihat oleh para pengunjung kalau sedang masak. Bedanya adalah kalau disini lebih sederhana.

Koki tetap memasak dengan menggunakan tungku tanah liat yang biasa disebut anglo. Bahan bakar yang dihunakan adalah arang kayu.

Tempat rumah makan ini berbentuk ruangan semi permanen. Tempatnya tidak terlalu bersih tapi ini tidak menghalangi para pengunjung untuk datang kesini. Mungkin rasa yang membuat para pengunjung untuk tetap datang kesini.  Suasana lampu yangsedikit temaram menghilangkan kesan ketidak bersihan tempat ini. Suasananya lebih cozy…
Daftar menu

Daftar menu di tembok
Kami mulai memesan makanan diantara 2 mangkok Bakmi Gadhog (untuk saya dan bunda) sedangkan untuk kedua anak kami memesan 2 mangkok Bakmie Goreng.  Sedangkan untuk mendapatkan makanan yang kami pesan dibutuhkan waktu sekitar setengah jam. Memang cukup lama untuk perut yang lapar menunggu. Bakmi ghadog sendiri adalah sejenis Bakmi dengan dimasak secara direbus. Tentu saja dengan resep jawa.
Wedang Rhonde
Minuman terlebih dahulu datang ke meja kami dan seperti biasa untuk Nabil dan kakak adalah es jeruk sedangkan saya dan bunda memesan wedang ronde untuk menghangatkan badan. Saat itu memang selesai hujan dan keadaan cukup dingin walau tidak sedingin puncak Himalaya (hihihihi).

Akibat lamanya makanan pesanan kami datang berimbas kepada minuman yang kami pesan. Setengah minuman saya sudah habis. Terpaksa dengan berat hati saya menyetop menikmati wedang ronde ini. Bisa-bisa kenyang sama minuman saja nanti.
Pesanan saya dan bunda

Pesanan kedua anak kami
Akhirnya menu utama kami datang. Dua pring bakmi ghadog dan 2 piring mie goreng. Langsung saja saya menyantap dengan semngat, tapi suapan saya terputus akibat panasnya bakmi. Padahal, dulu saya telah mengalami hal yang sama. Eh sekarang kejadian lagi huhuhuhu. Lidah saya serasa terbakar akibat panasnya Bakmi  (maklum kelaperan).  Terpaksa saya mendinginkan dahulu Bakmi dihadapan saya, kalau tidak mau lidah saya melepuh.
Tidak ada sisa
Sesuap demi sesuap bakmi Ghadog didepan saya berkurang dan akhirnya habis ludes…. Daging ayamnya pun s jarang saya terasa di mulut saya. Saya merasakan Bakmi ini enaknya sedikit berbeda dari beberapa kali kami mencoba disini. Entah kali ini yang masak anak baru? Entahlah yang pasti berbeda sekali dengan yang pernah dulu kami coba. Sedangkan untuk Bakmi Gorengnya hampir tidak mengalami perubahan rasa (kalau ini yang masak senior chef alias koki senior). Walau rasa kecap lebih dominan tapi masih bisa diimbangi dengan pedasnya cabe rawit (gigit sendiri yah).
Nunggu ya minum aja dulu
Beberapa kekurangan dari tempat makan ini adalah tidak disediakannya makanan kecil penunggu makanan utama datang seperti kerupuk atau gorengan hehehe…. Secara masaknya menggunakan anglo dan jumlah pemesan yang banyak tentu waktu tunggu pengunjung akan lebih lama dan akan berakibat pembeli akan banyak bengong dan tanpa menikmati cemilan. Padahal lumayan untuk pendapatan tambahan.

Sedangkan untuk kekurangan lainnya adalah cabe alias sambal yang disediakan masih berupa rawit utuh alias belum digiling. Jadi kita masih harus menggiling sendiri dimulut kita kalau ingin pedas. Mungkin ini adalah salah satu ciri khas Bakmi Jowo, tidak masalah. Akan tetapi cabe dan acar tidak tersedia di semua meja. Padahal kan semua meja akan penuh terisi dan pembeli harus berusaha  dahulu mencari ke meja orang lain jika ingin menikmati acar dan cabe.

Dengan bertambahnya pembeli tidak diimbangi dengan bertambahnya juru masak tentu berimbas ke bertambahnya waktu tunggu makanan yang di pesan selesai. Rasa sabar mesti di perbanyak disini.

Namun secara keseluruhan tempat makan ini masih layak dikunjungi jika dinilai dari rasa dan harga masakannya yang relative murah dan enak.  Enak dan murah dikantong. Bisa dijadikan pelepas rindu buat yang kangen masakan masakan Bakmi Jawa walau mungkin berbeda enaknya dengan di tempat aslinya.

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images