Selasa, 18 Juli 2017

One day trip in Padang


Setiap kami mudik ke kampung halaman selalu kami menyempatkan untuk mengunjungi kota Padang, kota kelahiran saya. Kota dimana saya dibesarkan oleh orangtua saya dan banyak cerita yang dimualai dari kota ini. Saya adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kedua saudara saya yang lain adalah perempuan. Semenjak kakak saya menikah, ibu tidak bisa lagi ditinggal sendiri lagi. Kemudian, dengan berat hati kami terpaksa menjual rumah yang telah kami tempati selama puluhan tahun. Ibu tinggal bersama adik saya di kota Cilegon dan sekarang kami  tidak lagi mempunyai rumah yang akan kami kunjungi sewaktu berlebaran di Padang.

Sudah dua kali lebaran kami selalu menginap di hotel setiap kali kami berkunjung ke Padang. Sedih juga sih tapi apa mau dikata. Rumah di kampung sudah  terjual. Kali ini kami mencari hotel tempat menginap di sebuah situs, hotel yang akan kami inap selama kami berkunjung di Padang. Kami akan berangkat menuju Padang pada hari kedua lebaran dan kembali ke Bukittingi keesokan harinya.

Awalnya saya menemukan hotel yang cukup murah di daerah Andalas Padang, akan tetapi karena terlalu banyak berpikir-pikir akhirnya hotel tersebut sudah fully book. Akhirnya kami menginap di Pangeran City hotel, hotel yang berada di tengah kota Padang disebelah Bank plat merah.

Kami berangkat ke Padang sesudah melaksanakan sholat Shubuh. Jalanan di kampung Bunda masih sepi, sehingga saya bisa memacu kendaraan. Perjalanan sampai Padang Luar bisa di tempuh dengan singkat. Sesudah itu kendaraan sudah mulai ramai di kedua arah. Saya mengikuti sebiah mobil didepan saya yang cukup lincah dalam memacu mobil. Dengan adanya teman seperjalanan membuat saya lebih enjoy mengendarai mobil.

Sesampai di Lembah Anai, sudah banyak kendaraan yang parkir di bahu jalan yang membuat jalan menjadi sempit. Jalanan  sudah ramai dan untuk menyalip kendaraan didepanpun sudah agak susah. Padahalnya biasanya pada tahun lalu masih gampang melewati.

Mendekati Lubuk Alung kendaraan terhenti sejenak menjelang memasuki Pasar Lubuk Alung akibat kendaraaan yang melambat mendekati Pasar dan setelah itu kendaraan bisa dipacu kembali tapi tidak tertalu kencang karena kendaraan sudah sangat ramai sekali.

Masuk ke kota Padang jalanan sudah menjadi dua jalur dan saya bisa melewati kendaraan didepan dengan mudah. Jam 6.30 sudah bisa sampai ke Padang. Kami kemudian berhenti di Pasar Lubuk Buaya untuk membeli titipan dari keluarga saya, yaitu asam kandis, mie dan kering. Tidak lama Bunda belanja disana. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju kota Padang.
Hanya Nabil yang turut serta pada perjalanan kali ini

Bagian dalam mesjid

Nabil juga turut serta melongok bagian dalam Mesjid
Kami singgah dahulu ke Mesjid Terbesar yang berada di kota Padang, yaitu Mesjid Raya Sumatra Barat yang berada di Khatib Sulaiman. Mumpung masih sepi kami menyempatkan diri untuk singgah sebentar. Melihat mesjid kebanggaan warga Sumatra barat. Mesjid yang desainnya diambil dari Lambang rumah adat Sumatra Barat.  Tidak lupa saya ingin melongok kedalam mesjid ini. Desainnya bagus tidak kalah dengan mesjid di Lombok. Saya juga melihat tempat wudu’nya, akan tetapi  ketika saya melihat kamar mandinya tidak bersih terawat. Sayang sekali. Untuk pemandangan dibelakang Mesjid sangat indah, terpampang deretan Bukit Barisan yang berjejer ditambah sebuah rumah adat Minang yang berdiri kokoh. Sepertinya itu adalah sebuah gedung perkantoran pemerintahan.
Deretan bukit yang berbaris menghiasi pemandangan belakang Mesjid ini

Ini  gedung apa yah?
Bagian dalam kamar kecil

Masih dalam kamar kecil

Tempat berwudu'

Bagian luar Mesjid
Pintu masuk kedalam Mesjid

Ini Mesjid kebanggan warga Sumatra Barat

Dari sisi yang lain
Kemudian kami melanjutkan perjalan, kami singgah dahulu di SD Adabiah dimana saya pernah bersekolah sampai kelas 5. Sudah banyak perubahan di lokasi ini. Kami hanya meihat dari luar sekolah saya. Saya memberitahukan kepada Nabil kalau disinilah Ayahnya dahulu sekolah.
Papan nama sekolah saya yang sudah berganti dengan hanya SMP

Pintu masuk ke sekolah
Perjalanan diteruskan ke Simpang Haru. Tujuan pertama kami adalah untuk menikmati Lontong Sayur yang biasa kami nikmati ketika kami ke Padang. Padahal kami telah melewati sate Samsulir yang telah menjadi langganan keluarga kami puluhan tahun. Berhubung Bunda tidak mau ya kami langsung menuju lokasi penjual Lontong Sayur langganan.
Terpaksa kami makan disini

Tugu saya lewati setiap berangkat dan pulang sekolah dan kuliah

Lontong sayur yang masih tutup
Malang tidak dapat ditolak. Penjual lontong sayur yang dituju masih tutup dan hanya penjual yang berada diseberang jalan  yang sudah buka. Saya tidak menyerah kemudian mencari penjual lontong lain yang sudah buka dan tetap tidak ada hasil yang memuaskan.

Kami kembali ke penjual  lontong sayur tadi untuk sarapan, Kami bertiga memesan lontong sayur. Ternyata, Nabil ternyata tidak mau menghabiskan bagiannya, terpaksa dengan terpaksa saya yang menghabiskan makananya (alesan….). Kemudian Nabil mau makan nasi goreng. Setelah dipesankan, tapi tetap tidak habis.

Berhubung rumah makan belum banyak yang belum buka di pagi dan kalaupun menuju hotel kami akan tetap ditolah, maka kami bertiga mengujungi rumah tetangga saya di Padang. Maksud hati sekalian bersilahturahmi.  Rumah Da Is menjadi tujuan pertama kami. Disini kami dijamu oleh Nasi goreng mie, yang katanya menu ini lagi hits di Padang. Kembali saya makan dengan lahap hehehe. Setelah itu kami bergerak ke gang sebelah dimana rumah saya berada. Kujungan kami dimulai ke rumah Wid dan dilanjutkan kerumah Ibu Lyra. Mereka ini sudah saya anggap seperti keluarga sendiri. Sudah puluhan tahun kami bertetanga dan hidup bertetangga dengan damai. Sudah banyak penduduk yang disekitar rumah kami yang pindah. Sayang sekali saya tidak mengambil foto saat berkunjung ke sini. Insya Allah. Kalau masih ada umur saya akan mengambil foto bersama.
Papa Da  Yos dan Wid

Inilah rumah kami yang bersejarah bagi kami sekeluarga 
Kami menyudahi kunjungan keluarga ini dan melanjutkan perjalanan menuju tujuan selanjutnya yaitu es Durian Iko gantinyo yang berada di jalan HOS Cokroaminoto. Perjalanan kami mulai dari Aur Duri – Air Camar – Gantiang – Alang lawas – Simpang Kinol. Sesampainya kami direstoran ini. Kami hanya memesan es Duren saja, untuk makanan akan dicoba dilokasi lain. Memang hanya es Durian lah yang khas disini.
Saingan es Durian Iko Gantinyo

Pesanan kami

Kalau yang ada es creamnya punya Nabil

Pengamen kreatif yang kami temui di sana

Papan mama Warung Es Durian
Tidak lama menikmati es Durian disana, perjalanan kami lanjutkan ke daerah Pulau Karam di sebelah Jembatan Siti Nurbaya untuk membeli oleh-oleh untuk tentangga di Bekasi nun jauh disana. Saya sengaja tidak membeli oleh-oleh di toko yang terkenal, karena terlalu ramainya pembeli disana. Mending beli disekitarnya saja. Harganya juga tidak beda jauh bahkan sama.
Pendagang yang masih berjualan

Ada juga pedagang ikan segar

Kami hanya berfoto diatas mobil

Pantai Padang yang masih terlihat kotor

Ini lambangnya mencurigakan
Waktu masih menujukkan jam 12 siang, jadi kami belum bisa masuk kedalam hotel. Kami kemudian memutuskan untuk makan siang di restoran soto Garuda yang seingat saya berada di jalan Patimura. Saya mengarahkan kendaraan menuju Pantai Padang. Sekalian lewat Pantai Padang yang katanya sudah berubah mana. Saya memulai menyusuri pantai dari  Jalan Muara dan masuk kedalam Samudera sampai diujung jalan ini. Saya melihat pantai Padang masih belum terlalu bersih mungkin ini karena hari Raya, sehingga Pemko memberi ijin sementara bagi penjual makan itu. Kemudian saya menuju jalan Patimura untuk makan soto akan tetapi soto yang dituju tidak lagi sana.
Papan nama warung soto

Tampilan sotonya dan rasanya mantap

Kondisi didalam warung
Akhirnya kami teringat kana soto rekomendasi da Is didekat Apotik Kinol. Yaitu Soto Roda Baru. Lumayan ramai kondisi pengunjung rumah makan ini. Kami mengambil duduk didalam rumah makan dan memesan soto dua porsi dan tidak lama kemudian pesanan kami datang dan kami langsung melahapnya.

Rasa soto disini juga enak sepeti soto Garuda yang pernah kami makan di Patimura bahkan lebih enak dari pada Soto Simpang Karya. Rasa kuahnya sangat enak dan juga jumlah dagingnya banyak dan ada juga yang garing seperti kerupuk. Satu porsi dihargai 25rb. Berganti-ganti pengunjung yang masuk kedalam restoran ini.

Selesai makan kami langsung menuju ke hotel yang berada tidak jauh dari rumah makan ini. Kami sampai di hotel pada jam 13.45 masih kurang dari jam yang seharusnya tapi kami sudah bisa melakukan check in. Kami langsung masuk ke kamar yang telah kami sewa. Kamar dengan alas karpet yang lumayan lega luasan kamarnya. Lebih luas daripada kamar yang kami sewa tahun lalu dan juga lebih murah hargaya. Nabil dengan bahagianya langsung mencuci kaki dan naik keatas kasur dan menonton tivi. Sedangkan saya langsung mandi karena badan sudah tidak enak rasanya. Setelah itu bunda mengikuti juga mandi.

Tidak lama kami berbincang-bincang sambil tiduran dikamar, akhirnya kami semua tertidur pulas. Kami terbangun pada waktu mendekati jam 17.00 sore. Sangat nyenak sekali tidur kami kali ini. Rencananya malam ini kami akan menikmati kuliner malam di Martabak Kubang Jalan M Yamin.

Setelah melaksanakan ibadah sholat magri kami berangkat meninggalkan hotel untuk makan malam. Kami ingin melihat kota kelahiran saya saat malam hari. Saat sampai di Restoran Martabak Kubang langganan, ternyata masih belum buka, akan tetapi ada dua penjual pengganti yang berjualan didepan restoran tersebut. Keduanya bersaing untuk mendapatkan pembeli. Daripada tidak makan, bunda  duduk di sebuah meja dan memesan martabak kesukaan bunda.
Restoran Kubang yang tutup (feat pedagang pengganti)

Pedagang pengganti lain (yang kami pilih)

Tampak sampingnya

Martabak yang sudah dimakan separuhnya
Tidak lama pesanan makanan kami pun datang dan kami menyantapnya dengan semnagat. Dari segi rasa , martabak kubang yang kami nikmati tidak beda jauh dari yang pernah kami nikmati. Jadi kami tidak mengalami rugi menikmati masakan penjual ini. Daging yang ada di dalamnya pun cukup banyak.

Untuk menuju ke hotel harusnya dekat, akan tetapi saya salah mengambil jalan dan diarahkan masuk ke Pasar Raya yang semrawut oleh pedangang. Saya kaget dengan semrawutnya kota Padang. Apakah selalu seperti ini. Jalan yang biasanya dilewati dua mobil dengan lega sekarang hanya bisa dilalui satu kendaraan saja dan itupun sempit. Kesemrawutan ini berakhir di Jalan Permindo. Setelah itu baru jalanan mulai lancar.

Saya kembali lagi ke Jalan M. Yamin untuk kembali ke hotel kali ini kami singgah sebentar di Mesjid Taqwa Muhammadiyah untuk membeli nasi bungkus langganan saya. Yaitu Ampera Singgalang yang kebetulan sekali saat itu sudah berjualan. Bunda membelikan saya nasi bungkus dengan menu dendeng.

Setelah mengantarkan Bunda ke Hotel saya masih melanjutkan perjalan untuk bertemu teman kuliah di sebuah rumah makan di kota Padang. Saya kemabli menikmati sate Padang, karena yang dijual disini kebanyakan bukan asli makanan Suatra Barat. Temu kangen kami ini selesai jam 00.00 tengah malam. Ini juga karena saya yang membubarkan diri  alias pamit duluan, kalau tidak saya bakalan sulit bangun pagi. Soalnya pagi besok sudah berangkat lagi ke Bukittinggi.
Sate pesanan saya yang tampilananya sederhana
Sesampai di Hotel saya sedikit kesulitan untuk mencari lokasi parkir mobil ternyata hotel ini juga penuh dengan kendaraan tamu hotel yang menginap. Mobil saya akhirnya diparkirkan diluar area hotel. Sesampai dikamar saya langsung melahap nasi bungkus yang telah dibeli sebelumnya.

Rasa nasi bungkus Ampera ini memang berbeda sekali dengan rasa nasi yang telah saya makan di Bekasi atau Jakarta. Sangat–sangat jauh sekali nikmatnya. Enah apa yang membuat rasa nasi bungkus di Sumatra berbeda jauh rasanya kalau sudah di jawa.

Keesokan paginya jam 7 pagi kami sudah bersiap-siap untuk balik ke Bukittinggi, kami tidak ingin bermacet-macet ria untuk menuju Bukittingi. Biasanya sesudah hari raya banyak orang yang akan berjalan-jalan menikmati liburan mereka, dan tujuannya biasanya adalah Bukittingi.

Setelah saraparan di hotel, kami bergerak menuju kota kelahiran bunda. Perjalanan menuju Lubuk Alung masih terbilang ramai lancar. Kendaraan semakin lama semakin ramai. Akhirnya di Sicincin kami mengambil jalur alternatif melalui Malalak.

Perjalanan melalui jalur alternatif ini sangat lancar sekali djalan hanya kami berdua (dengan kendaraan lain) yang bergerak menuju Bukitingi. Jalanan yang masih mulus dan pemandangan yang tidak kalah indahnya dengan jalur utama Padang Bukittinggi. Kekurangan dari jalur ini adalah jalannya yang sering mengalami longsor dan ada beberapa titik yang masih belum selesai pembesannya serta kalau malam hari dan hujan sering ada kabut. Jadi tidak direkomendasi kalau dilewati malam hari dan hujan deras. Sedangkan kekurangannya yang lain adalah jalur keluar menuju Bukittingi yang masih kecil sekali. Kalau sudah ada yang mogok maka akan macet kebelakang.

Kami sampai kembali dengan selamat di Bukitinggi jam 10.00 pagi. Semoga kami bisa mengulangi hal ini tahun depan.

6 komentar:

  1. pak, katanya nga suka duren. buktinya makan es duren iko gantinyo di padang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tidak suka makan es durian, beda loh artinya dengan saya tidak akan pernah makan es durian. Walaupun saya tidak suka kalau istri suka ya mah ga mau ikut makan.

      Hapus
  2. salam kenal Da.... wuih lulusan dengan Adabiyah toh. Mudik bareng yuk, insya alloh tahun depan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juo da. Awak pernah sekolah dari kelas 1 sampai kelas 5. Terus pindah ke Palembang. Insya Allah tahun depan mudik bareng lah wak.....

      Hapus
  3. Ow...jadi dulu tu sekolah di Adabiah...dakek bana dari rumah rang gaek awak tuh mah....patuik lah tau juo jo Sate Samsulir...awak di muko RS Yos tu bana Oom Sony...di jalan Situjuah...tapi lah sapuluah tahun ndak pulang ka padang...rang gaek lah di siko sadonyo....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyo om. Awak di Adabiah dulu dan gaek sanang bana makan sate Samsulir bahkan kalau pulang ka Padang taruih mancari sate itu walau di Padang indak ado rumah lai. Kini kalau kapadang tapaso cari hotel murah meriah se lai daripado menyusahan urang se.

      Hapus